ANAK PERMATA HATI DAN MUTIARA
PERADABAN ISLAM
Oleh : Gadinia Bunga Vita, ST
ANAK PERMATA HATI
Anak adalah permata hati bagi
orangtuanya, kilauan cahayanya bisa memukau setiap mata yang memandangnya,
mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga yang benar-benar dijaga, dilindungi
dan dirawat agar cahayanya tidak memudar. Untuk menghasilkan permata hati butuh
proses yang cukup panjang dan tempaan yang sangat kuat dari seorang Ibu yang
memahami fungsinya dan keutamaannya dalam membentuk anak-anak sebagai permata
hati.
Dibutuhkan keyakinan bahwa anak
adalah rizki dari Allah yang tidak semua orang mendapatkannya, anak adalah
penyejuk mata, serta anak adalah investasi di akhirat. Sehingga para Ibu
berupaya keras untuk mendidik anak sesuai dengan apa yang Allah harapkan yaitu
menjadi Ibadush Shaalihin, dan Kholifah fil Ardh, dengan cara mendidik sesuai
dengan potensi dan sesuai dengan tumbuh kembang anak. Selain itu juga perlu
sinergi antara orangtua, masyarakat dan negara dalam membentuk mereka menjadi
permata hati.
Islam memandang anak dan generasi
muda bagaikan mutiara yang begitu indah, dengan sinarnya yang mempesona, serta
keberadaanya yang amat berharga dan akan senantiasa dijaga dan dilindungi.
Mutiara ini tidak hanya menjadi perhiasan terindah dan termahal bagi
keluarganya, tetapi juga menjadi perhiasan nan berharga bagi masyarakat,
bangsa, bahkan umat manusia. Mutiara-mutiara inilah yang akan terus menjaga
keagungan dan kemuliaan peradaban Islam selama berpuluh-puluh abad.
PERLINDUNGAN ANAK
Eksistensi anak dan generasi muda
sangatlah penting salam membangun dan menjaga kejayaan sebuah peradaban. Sehingga
menjadi sesuatu yang wajar bial Islam sangat memperhatikan anak dan generasi
muda dengan sangat detail, dan komprehensif. Perhatian Islam kepada anak berupa
jaminan hak keberlangsungan hidup anak yang meliputi : hak nafkah, penyusuan,
pengasuhan, kesehatan, pendidikan, larangan aborsi, dan perlindungan dari
kekerasan dan hal-hal yang mebahayakan fisik, akal, dan mental anak.
Selain itu, ada pula jaminan
terhadap penjagaan nasab (keturunan), yaitu berupa perwalian, mahrom,dan waris.
Islam juga memberikan perhatian terhadap fitrah anak sebagai hamba Allah,
dengan menjaga aqidah mereka melalui pengaturan adopsi, pernikahan dan sanksi
terhadap perilaku murtad.
Dengan aturan dan perangkat hukum
yang terperinci seperti tersebut diatas, maka nasib anak-anak dan generasi muda
sungguh akan terjaga. Anak sebagai mutiara bagi peradaban Islam akan tetapeksis
dan terlindungi dari berbagai macam kerusakan. Mereka dapat berkembang menjadi
sosok yang memiliki fisik kuat, mental yang sehat dan kepribadian yang tangguh dan
mulia.
MENJAGA FITRAH ANAK
Rasulullah saw menegaskan bahwa
setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dalam sabdanya : “Setiap anak itu
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuat menjadi
seorang Yahudi, seorang Nasrani, maupun seorang Majusi.” Dalam Al- Qur’an Surat
Ar Rum ayat 30 menyebutkan kata fitrah sebagai berikut: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan
Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Al – Qurthubi menafsirkan bahwa
fitrah dalam ayat tersebut bermakna kesucian jiwa dan rohani. Fitrah disini
adalah fitrah Allah yang ditetapkan kepada manusia, yaitu bahwa manusia sejak
lahir dalam keadaan suci, dalam artian tidak mempunyai dosa. Sementara Ibnu
Katsir mengartikan Fitrah yairu mengakui ke-Esa-an Allah atau Tauhid. Manusia
sejaklahir telah membawa Tauhid, atau paling tidak ia berkecenderungan untuk meng-Esa-kan
Tuahannya, dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut.
Dari ayat Al – Qur’an dan Hadits
di atas kita bisa memahami betapa pentingnya menjaga fitrah (tauhid) pada
setiap anak yang terlahir. Orang tua memang menjadi penanggung jawab pertama
dalam menjaga fitrah aak ini. Namun dalam tumbuh kembangnya, kontribusi
keluarga, masyarakat, serta negara dalam menjaga fitrah ini juga cukup penting.
Misalnya dalam memberikan pemahaman tauhid, pengenalan kepada Allah SWT,
pembiasaan beribadah dan menumbuhkan sikap taqwa kepada Allah SWT.
Sedangkan di
Indonesia bukti kerusakan terhadap generasi sudah sangat memprihatinkan.
Kapitalisme, Liberalisme, Sekulerisme, dan Hedonisme telah menyuburkan
kerusakan aqidah pada generasi muslim. Kasus adopsi yang berujung pemurtadan, yang
lebih memprihatinkan pemerintah tidak berdaya menghadapi tuntutan kalangan
liberal untuk melegalkan adopsi dan perkawinan beda agama. Belum lagi tontonan
yang disuguhkan pada generasi muslim adalah cerita yang merusak aqidah
mereka. Tipisnya perlindungan negara
terhadap aqidah anak-anak ini sangat membahayakan kualitas generasi muda Islam.
Betapa banyak anak-anak muslim yang memuja budaya dan peradaban Barat
(Kapitalisme, Liberalisme, Sekulerisme, dan Hedonisme). Sehingga mereka
menganggap budaya barat lebih modern, lebih bebas, lebih ekspresif dan lebih
menantang. Na’udzubillahi min dzalik!
BUTUH SINERGI HARMONIS
Untuk menghasilkan generasi
mutiara peradaban Islam mengatur tanggung jawab dalam sinergi yang harmonis,
antara orang tua, keluarga dan kerabat, masyarakat, dan juga penguasa (negara).
Karena tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak ini tidak hanya dibebankan
pada orang tua saja.
Dalam soal jaminan terhadap
nafkah anak, Islam memberikan tanggung jawab utama kepada ayahnya. Kewajiban
ayah memberikan nafkahseperti yang diperintahkan Allah SWT dalam Firman-Nya :
وَعَلَىالْمَوْلُودِلَهُرِزْقُهُنَّوَكِسْوَتُهُنَّبِالْمَعْرُوفِۚلَاتُكَلَّفُنَفْسٌإِلَّاوُسْعَهَا...
Artinya : “....Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah : 233)
Namun, bila dalam kondisi ayah
tidak memungkinkan menjamin nafkah secara sempurna, maka tanggung jawab ini
juga dibebankan kepada keluarga (wali) dan kerabat dekat. Bila ternyata jaminan
nafkah juga tidak sempurna dilakukan oleh keluarga maupun kerabat, maka Islam
memberi kesempatan pada masyarakat untuk berkontribusi dalam membantu. Jika
nafkah masih belum terpenuhi maka tanggung jawab nafkah beralih pada
negara dengan memberikan santunan dari
kas baitul maal. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : ”Anas bin Malik RA
meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda : “Sesungguhnya Allah bertanya setiap pemimpin tentang apa yang ia
pimpin, apakah ia menjaga atau menyia-nyiakan (yang dipimpinnya), sampai
seseorang ditanya tentang keluarganya.” (HR. Tirmidzi)
Demikian juga dalam soal
pengasuhan dan perlindungan anak, tak hanya orang tua saja yang dituntut, namun
kepedulian masyarakat, bahkan penguasa berperan sebagai pengontrol dan penjamin
berjalannya fungsi keluarga, masyarakat juga media, serta memberikan sanksi
jika ada pelanggaran.
Dengan sinergi dan sistem
berlapis antara keluarga, masyarakat, media dan negara, niscaya jaminan
terhadap nafkah, pengasuhan, pendidikan,kemanan serta perlindungan
darikekerasan pada anak akan terjaga dengan baik.
NEGARA PERISAI HAKIKI
Melihat semakin banyaknya
anak-anak terlantar, rusaknya akhlak dan moral generasi muda, semakin
mejamurnya budaya asing seperti pergaulan bebas, hura-hura, serta kekerasan
yang terjadi pada mereka menimbulkan orang tua menjadi miris dan khawatir pada
masa depan mereka. Kita butuh pemimpin yang peduli dengan persoalan ini, serta
sosok pemimpin yang bisa menghadirkan kembali peradaban Islam yang agung dan
mulia. Peradaban emas yang akan mengantarkan generasi anak-anak dan generasi
muda menjadi pemimpin masa depan kaliber dunia.
Mengapa Islam dikatakan sebagai
peradaban emas?
Karena Islam adalah peradaban tertinggi di dunia, tak ada yang
bisa menandingi ketinggian, kesempurnaan, keunggulan dan kemuliaannya.
Peradaban Islam dibawa oleh Rasulullaah SAW. Pondasinya adalah Tauhid, sedang
pengaturan kehidupannya Peradaban Islam berdasarkan Syariat Islam yang
diberlakukan dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah).
Kejayaan Peradaban Islam tampak
gemilang pada masa Rasulullah SAW, bertambah gemilang di zaman Khulafaur
Rosyidin, berlanjut hingga zaman Kekhilafahan Umayyah, Khilafah Abbasiyah
hingga Khilafah Utsmani.
Bahkan Pada masa Emas Peradaban
Islam ada Khalifah Umar bin Abdul Azis pada masa Kekhilafahan Umayyah yang
menorehkan tinta emas yang mengharumkan nama Islam. Karena di masa pemerintahannya
tidak ada rakyat yang kelaparan. Kehidupan rakyatnya makmur, tidak ada
kelaparan bahkan pendapatan negara sangat tinggi. Bidang keilmuan berkembang
pesat, dibuka perpustakaan di Baghdad “Bait Al Hikmah” yang juga berfungsi
sebagai lembaga penerjemah.
Pada Abad ke 10 didirikan
Perpustakaan Mosul yang didirikan oleh Ja’far bin Muhammad yang sering
dikunjungi ilmuwan, bahkan pengunjung diberikan fasilitas gratis berupa pena,
tinta, kertas dan segala yang dibutuhkan. Madrasah Al Muntashiriah didirikan
oleh Khalifah Al Muntashir di Baghdad, dimana setiap siswa menerima beasiswa
berupa emas 1 dinar, semua fasilitas disediakan oleh negara. Sehingga wajar
lahir para Ilmuwan muslim seperti Al KIndi, Al Farabi, Ibnu Sina (Avicenna),
Ibnu Rusydi (Averroes), Ibnu Haitsam, Al Khawarizmi, Abu Hanifah, Malik bin
Anas, dan masih banyak yang lain.
Generasi yang terlahir dari
Peradaban Emas adalah Generasi Emas. Generasi yang tak hanya bertauhid, tetapi
juga membebaskan berbagai bangsa dari kemusyrikan menuju cahaya Tauhid. Ilmu
pengetahuan dan Teknologi yang selaras dengan Islam dikembangkan untuk
kemaslahatan umat manusia, tak peduli berbangsa dan beragama apa. Peradaban
Islam mengayomi mereka, selama mereka tidak memusuhi Islam. Terbukti, kejayaan
Islam mampu memimpin peradaban manusia selama 14 abad.
Peradaban Emas ini lahir karena
Sinergi orang tua, masyarakat, media dan negara yang sangat memperhatikan dan
mendukung terbentuknya Generasi Emas. Wallahu a’lam bish showab.
========================================
Sumber Foto : Satu Jam
========================================
Sumber Foto : Satu Jam
0 Comments
Posting Komentar