Oleh: Zulaikh
Seiring adanya Peraturan Presiden
(Perpres) 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang sudah diteken 24 Oktober 2019
lalu dan berlaku sejak tanggal yang sama. Iuran BPJS Kesehatan yang naik 100%
semakin jelas hilangnya harapan dan impian rakyat untuk memperoleh kemudahan
mengakses kesehatan apalagi secara gratis.
Bukanlah kemudahan apalagi gratis, rakyat malah banyak mengalami kekecewaan terhadap pelayan BPJS. Bahkan nyaris ada pasien yang merengut
nyawa hanya karena terkendala biaya. Sungguh Sangat ironi (mediaumat.news)
Tanggungjawab Negara
Kesehatan merupakan satu diantara 3 (tiga) dari kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Pemerintah adalah pihak yang
wajib dan bertanggungjawab menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
setiap individu masyarakat, gratis namun berkualitas tanpa memandang status
ekonomi.
Sayang sungguh sayang, Pemerintah
saat ini sebagai pihak yang bertangungjawab mengurusi rakyatnya tidak
terkecuali masalah kesehatan seakan ingin lepas tangan dari tangungjawabnya.
Pemerintah menyerahkan soal kesehatan kepada institusi yang dianggap
berkemampuan lebih tinggi (BPJS) dalam membiayai kesehatan atas nama peserta
jaminan sosial. Sehingga pemberlakuan Kebijakan BPJS ini di isyaratkan adanya
iuran dari masyarakat dengan dalih gotong royo dan saling membantu.
Parahnya Kebijakan tersebut bersifat
wajib untuk seluruh rakyat indonesia. Bagi yang tidak ikut sertakan sebagai
peserta BPJS akan dikenakan sanksi administratif dan bagi yang telat membayar
iuran BPJS akan dikenakan denda yaitu penambahan jumlah iuran.
Alih-alih program BPJS ini yang
awalnya menjadi jaminan kesehatan bagi masyarakat terlihat kesan begitu memaksa
dan memalak. Dari estimasi kenaikan iuran BPJS ini semakin jelas pemalakan
secara kaffah mencekik dan menambah beban rakyat.
Kesehatan dalam Islam
Islam sebagai satu-satunya jalan
hidup yang benar, yang berasal dari Zat Yang Maha sempurna, Allah
Subhanahuwata’ala. Dalam Islam hubungan Negara dengan Rakyat diibaratkan
seperti hubungan antara ayah dengan anaknya. Seorang ayah wajib bertanggung jawab
memehuni kebutuhan anaknya. Makan, pakaian, keamanan, kesehatan dll, Semuanya
wajib dijamin oleh ayah. Begitulah cara negara memberlakukan rakyatnya.
Kemaslahatan dan fasilitas publik
(al-masholihwaal-marofiq) merupakan kewajiban bagi negara untuk mengadakannya.
Nabi Shalalahu’alaihiwassalam bersabda :
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ
رَعِيَّت
“Imam adalah pemelihara dan dia
bertanggung jawab atas rakyatnya”
(HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).
Dari hadist ini jelas bahwa
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan adalah ri’ayah yang wajib oleh negara. Dalam mewujudkan pelayanan kesehatan
dan pengobatan gratis ini tentu memiliki dana yang cukup besar. Dalam Islam
mengenal model pembiayaan hajat hidup publik termasuk pelayanan kesehatan
berbasis baitulma.Baitulmal adalah institusi yang dikhususkan untuk mengelola
semua harta yang diterimanegara dan setiap pengalokasiannya yang merupakan hak
kaum muslimin.
Baitulmal memiliki sumber-sumber
pemasukan tetap sesuai ketentuan syariat, supaya negara memiliki kemampuan
finansial memadai untuk pelaksanaan berbagai fungsi pentingnya. Termasuk dalam
hal ini fungsi sebagai penjamin kebutuhan pokok publik berupa kebutuhan
pelayanan kesehatan gratis berkualitas bagi setiap individu masyarakat. Baik
termaktub dalam Alquran dan Sunah, maupun apa yang ditunjukkan oleh keduanya
berupa ijmak sahabat dan qiyas.
Sumber pemasukan baitulmal salah
satunya dari sumber daya Alam tambang, baik berupa tambang emas, nikel, batu
bara, baja, besi, minyak bumi, dll. Dalam pandangan Islam kekayaan alam berupa
tambang adalah harta kekayaan milik umum (publik) yang tidak bisa diprivatisasi
(dimiliki atau dikuasai) oleh individu, swasta maupun swasta asing.
Hal ini didasari pada hadist Nabi
Shalalahu’alaihiwassalam yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad,
bahwa : “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air, dan api”
Hadist ini menjelaskan bahwa Padang
Rumput, Air, dan Api merupakan milik umat yang tidak bisa diberikan kepada
individu maupun kelompok, maka manfaatnya harus dinikmati oleh semua umat.
Api yang dimaksud dalam hadist ini
adalah kategori kekayaan tambang yaitu tambang berupa batu bara yang
menghasilkan energi, dan sifatnya berlaku untuk semua jenis tambang. Islam
menetapkan mekanisme pengelolaan kekayaan alam berupa tambang adalah tanggung
jawab negara.
Negara mengelolah kekayaan tambang
dan hasil nya didistribusikan kepada rakyat secara merata. Belum lagi sumber
pendapatan lainnya yang dimilki oleh kas baytulmaal negara, diantaranya adalah
kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan
sebagainya.
Sehingga dengan sumber pendapatan ini
lah maka negara mampu menjamin semuan kebutuhan dasar masyarakat termasuk
kebutuhan pelayanan kesehatan dan pengobatan (An-Nizhom Al-Iqtisodi fiil Islam,
Taqiyudin An-nahbani).
Dengan model pembiayaan kesehatan
seperti ini tidak saja antidefisit namun juga akan membebaskan pelayanan
kesehatan dari cengkeraman korporasi, agenda hegemoni dan industrialisasi
kesehatan yang sangat membahayakan kesehatan dan nyawa jutaan orang.
Pada gilirannya, penerapan paradigma
Islam –syariat Islam secara kafah– berikut keseluruhan sistem kehidupan Islam,
khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem pemerintahan Islam, benar-benar “obat
mujarab” untuk kesembuhan penyakit defisit pembiayaan kesehatan sekularisme,
termasuk krisis pelayanan kesehatan yang ditimbulkannya.
Karenanya, kembali pada syariah
kaffa dalam bingkai khilafah merupakan kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini
dan dunia. Lebih dari pada itu, kembali pada pangkuan khilafah adalah kewajiban
dari Allah subhanahu wata’ala. “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah
seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi
kehidupan kepadamu.” (TQS Al Anfaal: 24).
#JanjiPalsuRezimNeolib
#NeolibPembawaSengsara
#BerkahDenganSyariahKaffah
0 Comments
Posting Komentar