Oleh
: Dwi Miftakhul Hidayah, S.ST
(Aktivis Muslimah)
Ada yang berbeda dengan
perayaan tahun baru kali ini. Malam pergantian tahun baru yang biasanya
diwarnai dengan pesta kembang api tampaknya menjadi tak semeriah tahun-tahun
sebelumnya. Bagaimana tidak, sejak Selasa sore (31/12/2019) wilayah Jabodetabek
terus menerus diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Meski hujan sempat
berhenti menjelang tengah malam namun langit Jakarta pada dini hari (1/1/2020)
kembali diguyur hujan hingga pagi hari. Banjir pun tak terelakkan. Dari data terakhir yang dihimpun BNPB per 4 Januari
2020, banjir kali ini merendam 308 kelurahan dengan ketinggian air maksimum
mencapai enam meter. Sementara korban meninggal dunia mencapai 60 orang, dengan
jumlah pengungsi sebanyak 92.621 jiwa yang tersebar di 189 titik pengungsian (www.tirto.id).
Tahun berganti tahun ternyata tak kunjung menyolusi
bencana banjir yang terjadi. Ini membuktikan bahwa sistem kapitalismehanya
menyuguhkan solusi parsial lagi tambal sulam. Solusi tuntas mengatasi banjir
hanya dapat dilakukan dalam sistem Islam yakni melalui Khilafah Islamiyah.
Solusi yang diberikan bukan hanya berlandaskan pertimbangan akal manusia
semata, tetapi juga disandarkan pada nash syara’. Kebijakannya pun tak hanya
untuk menanggulangi banjir, tetapi juga mencakup langkah-langkah pencegahan dan
pemulihan pasca banjir.Pelaksanaan kebijakan tersebut disokong oleh tiga pilar
yang saling terkait satu sama lain yaitu ketakwaan individu, kontrol
masyarakat, dan negara yang menerapkan hukum Islam.
1.
Adanya ketakwaan individu
Takwa adalah buah dari keimanan,
yang darinya akan tumbuh rasa takut dalam diri orang tersebut, sebagaimana
definisi takwa menurut Imam Ali RA. Adanya rasa takut dalam diri seseorang akan
menjadikannya sangat berhati-hati dalam melakukan setiap perbuatan karena dia
tahu bahwa segala yang dia perbuat akan dihisab oleh Allah SWT. Dengan adanya
ketakwaan dalam tiap individu, maka lingkungan akan senantiasa terjaga
kebersihannya misalnya saja dengan adanya kedisiplinan membuang sampah pada
tempatnya.
2.
Adanya kontrol masyarakat
Menjadi individu bertakwa bukan
lantas menjadikan seseorang ma’shum dari dosa. Ada kalanya seseorang melakukan
suatu kesalahan sebab predikatnya tetaplah manusia bukan malaikat. Disinilah
pentingnya peran masyarakat dalam melakukan kontrol antar sesama warga negara
dengan saling mengingatkan satu sama lain seperti yang telah Allah firmankan
dalam Surah Al-‘Ashr. Misalnya saja, saat ini banyak kita jumpai warga
masyarakat yang enggan menasihati apabila menemukan terjadinya pembuangan sampah
di aliran sungai. Inilah buah dari sistem kapitalisme yang meniscayakan adanya
sikap acuh terhadap lingkungan sekitarnya.
3.
Adanya negara yang menerapkan hukum
Islam
Adanya ketakwaan individu dan
kontrol masyarakat saja tidak akan mampu menjamin terlaksananya setiap
peraturan dalam usaha menjaga kelestarian lingkungan apabila tidak
diformalisasi dalam bentuk peraturan perundangan oleh Khilafah, sebab hanya
Khilafahlah yang berwenang untuk menerapkan hukum-hukum Islam, bukan individu
maupun mmasyarakat. Mengutip dari mediaumat.news, kebijakan Khilafah terkait
banjir dibagi menjadi tiga yaitu :
(1) Kasus
banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya
tampung tanah terhadap curahan air, maka Khilafah akan menempuh upaya-upaya
sebagai berikut:
a) Pada masa kegemilangan Islam, bendungan dengan berbagai macam
jenis dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Pada 970 M,
orang-orang Yaman berhasil membangun bendungan Parada dekat Madrid, Spanyol.
Hingga kini, bendungan-bendungan yang dibangun pada masa keemasan kekhilafahan
Islam, masih bisa dijumpai di Kota Kordoba (www.muslimahnews.com).
b) Pemetaan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan
air, dan selanjutnya Khilafah akan membuat kebijakan melarang pendirian
pemukiman di daerah tersebut.
c) Pembangunan kanal, sungai buatan, saluran drainase, yang
didukung dengan pengerukan secara berkala agar tidak terjadi pendangkalan serta
diberlakukannya sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemarinya. Pada
370 H/960 M, Buwayyah Amir Adud al-Daulah membuat bendungan hidrolik raksasa di
sungai Kur, Iran. Insinyur-insinyur yang bekerja saat itu menutup sungai antara
Shiraz dan Istakhir dengan tembok besar (bendungan) sehingga membentuk danau
raksasa. Di kedua sisi danau itu dibangun 10 noria (mesin kincir yang di
sisinya terdapat timba yang bisa menaikkan air). Dan setiap noria terdapat
sebuah penggilingan. Dari bendungan itu air dialirkan melalui kanal-kanal dan
mengairi 300 desa (www.muslimahnews.com).
d) Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu yang juga
berfungsi sebagai tandon air yang bisa digunakan sewaktu-waktu, terutama jika
musim kemarau atau paceklik air.
(2) Dalam aspek undang-undang dan kebijakan, Khilafah akan
membuat kebijakan tentang master plan
sebagai berikut:
a) Pembukaan
pemukiman atau kawasan baru harus menyertakan komponen-komponen diantaranya
drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik
tanah dan topografinya.
b) Harus
memenuhi syarat-syarat izin pendirian bangunan, dimana Khilafah akan
menyederhanakan dan menggratiskan perizinannya dengan catatan bangunan tidak
didirikan di lahan yang bisa mengantarkan pada bahaya (mudlarah). Khilafah juga
akan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar kebijakan tersebut tanpa tebang
pilih.
c) Pembentukan
badan khusus penanganan bencana alam yang siap sedia dengan dilengkapi
peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan,
seta dari segi personal memiliki pengetahuan yang cukup tentang SAR (Search And Rescue), serta keterampilan
yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.
d) Penetapan
daerah cagar alam yang harus dilindungi, kawasan hutan lindung dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan
kecuali dengan izin. Khilafah menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang
merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.
e) Sosialisasi
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan
dari kerusakan. Hal ini dilandaskan pada syariat mengenai perilaku hidup bersih
dan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Khilafah juga mendorong kaum Muslim
untuk menghidupkan tanah-tanah mati (ihyaa’ al-mawaat) atau kurang produktif,
sehingga bisa menjadi buffer
lingkungan.
(3) Penanganan
korban bencana alam dilakukan Khilafah dengan
menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak. Khalifah juga akan
mengerahkan para alim ulama untuk memberikan tausiyah bagi para korban untuk menguatkan
keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal kepada Allahsepenuhnya.
Dengan adanya integrasi antara ketiga
pilar tersebut, maka hujan yang diturunkan oleh Allah akan benar-benar
dirasakan sebagai rahmat sebagaimana firman-Nya
“Dan
Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan
rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy
Syuura: 28).
0 Comments
Posting Komentar