Oleh : Yulida Hasanah
(Pemerhati masalah sosial, tinggal
di Jember Jawa Timur)
#InfoMuslimahJember -- Problem gaji yang menimpa guru GTT (Guru Tidak
Tetap) masih menjadi raport merah dunia pendidikan di negeri ini. Wajar jika
guru terus akan menyuarakan pemenuhan hak-hak mereka, khususnya hak
‘kompensasi’ yang layak mereka terima dari hasil jerih payah mendidik dan
mengajar para siswa. Sebagaimana yang terjadi di Jember beberapa hari lalu, Ratusan guru tidak tetap (GTT) mendatangi gedung DPRD Jember Rabu (15/1/2020).
Mereka melaporkan semua
permasalahan yang dialaminya dan tak kunjung selesai. Salah satunya adalah
tentang gaji yang hanya Rp 250.000 dibayar tiga bulan sekali.
Para guru tersebut pulang dari
mengajar, langsung menuju ke DPRD Jember. Di halaman gedung dewan, mereka
menggelar istighosah dengan membaca Al-Quran dan selawat (Kompas.com)
Nasib guru honorer di Jember, juga
tak jauh beda dirasakan beberapa daerah di negeri ini, yakni masih stagnan di
problem gaji yang mereka terima. Berdasarkan cacatan detik.com, di
negeri ini masih ada guru honorer yang hanya dibayar Rp.150.000-300.000
sebulan. Bahkan guru Honorer yang dinyatakan lulus tes sebagai Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih terus mempertanyakan nasibnya
yang hingga kini blum ada titik terang terkait status mereka setelah hampir 9
bulan masih dengan gaji Rp.150.000 perbulan, dan dibayarkan tiap 3 bulan
sekali (cnnindonesia.com)
Kapitalisme Menciptakan Persoalan Serius Gaji Guru Honorer
Menteri Koordinator bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengaku, gaji guru
honorer masih menjadi persoalan serius yang belum terselesaikan. Ia menyebutkan
ada 800.000 guru honorer yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Beberapa bulan sebelum menyatakan
bahwa gaji guru honorer menjadi masalah serius di negeri. Muhadjir Effendy
menyampaikan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan gaji
guru honorer agar nantinya gaji guru tidak ada yang Rp 150.000 atau Rp
500.000 per bulan. Paling tidak setara dengan UMR untuk yang nol tahun, nanti
kami juga akan menghitung variabel lama pengabdiannya.
Namun, sampai hari ini, suara guru
honorer masih menjerit, dan hati mereka masih teriris luka kecewa karena
janji-janji penguasa yang tak kunjung nyata. Tentu hal ini bukan sekedar muncul
karena ketidakseriusan penguasa. Namun juga ketidakadilan sistem yang
diterapkan menjadi sebab utamanya.
Sudah maklum, kapitalisme sebagai
sistem yang menjadi sumber pembuatan hukum di negeri ini, lahir dari asas
sekulerisme, yakni paham pemisahan peran agama (wahyu Allah SWT) dari masalah
kehidupan manusia. Dimana, manusia diberi kebebasan mutlak untuk membuat aturan
dan solusi dalam permasalahan hidupnya. Termasuk permasalah pendidikan terkait
dengan gaji guru.
Fakta minimnya penghargaan ‘pahlawan
tanpa tanda jasa’ di tengah kapitalisasi lembaga pendidikan, semakin nyata
dirasa. Penelitian yang dilakukan oleh Organisationforeconomicco –
operationanddevelopment menyatakan 67% guru merasa tidak dihargai dengan layak,
74% mengatakan bahwa mereka tidak dibayar dengan layak dibandingkan dengan
profesi yang lain. Menurut jaringan guru Guardian dan survei pekerjaan di
Guardian terkait kehidupan guru, 82% guru menyatakan bahwa beban pekerjaan
mereka sudah diluar batas kemampuan, 73% menyatakan bahwa pekerjaan mereka
mempengaruhi kesehatan mental mereka. Sepertiga guru dilaporkan bekerja lebih
dari 60 jam / minggu, 1 dari 5 orang meninggalkan pekerjaannya karena beben
kerjanya tersebut (Ensiklopedia Khilafah dan Pendidikan).
Perunutan kapitalisasi pendidikan
dimulai dari keputusan Indonesia tunduk kepada WTO melalui perumusan General
AggrementTariffs dan Trade (GATT). Hal ini menyebabkan jebolnya dinding-dinding
proteksi negara dalam perdagangan. Dilanjut dengan dirumuskannya The Washington
Consensus (1989-1990) yang salah satu
butirnya tentang publicexpenditure. Publicexpenditure adalah pengarahan kembali
pengeluaran masyarakat untuk bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur,
sehingga beban tanggung jawab pemerintah berkurang.
Adanya proyek-proyek liberasisasi
pendidikan memberi dampak di sektor pendidikan : 1) pendidikan hanya dipandang
sebagai proses menghasilkan manusia siap pakai di industri, 2)peserta didik
adalah konsumen, 3)guru adalah pekerja, 4)pengelola lembaga adalah manager, 5)
lembaga pendidikan adalah investor dan, 7) kurikulum adalah pesanan pemilik
modal.
Kapitalisasi pendidikan mendorong
negara berorientasi pada berlipatgandanya keuntungan yang diperoleh dari
pengelolaan sektor ini. Mekanisme yang dijalankan, memberi upah yang sangat
rendah pada pekerja (guru). Maka layak dikatakan bahwa kapitalis sekuler telah
gagal menghargai ‘jasa guru’ dengan nominal yang bahkan tidak cukup untuk
hidup.
Kapitalisme Gagal Sejahterakan Guru, Hanya Islam Solusi
Tunggal
Hidup dalam naungan Islam, tak
sekedar menjadikan rakyat diajak taat terhadap seluruh syari’at yang Rasulullah
bawa. Namun juga menjadikan rakyat baik muslim maupun nonmuslim (ahludzimmah)
merasakan sejahteranya hidup dalam kepemimpinannya. Termasuk ketika Islam hadir
sebagai sistem yang mengatur urusan kesejahteraan guru, dari segi gaji/upah.
Di masa Khalifah Harun Ar Rasyid,
perhatian yang diberikan kepada para guru bahkan para murid diwujudkan dalam
bentuk mencukupi kebutuhan anak-anak guru. Kebutuhan pokok dan biaya sekolah
ditanggung oleh pemerintah sehingga membuat hidup mereka menjadi nyaman.
Bahkan pada masa Daulah Abbasiyah,
tunjangan kepada guru begitu tinggi seperti yang diterima oleh Zujaj pada masa
Abbasiyah. Setiap bulan beliau mendapat gaji 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid
digaji 50 dinar perbulan oleh al-Muqtadir.
Contoh lain yang tak kalah menarik,
terjadi pada masa Panglima Shalahuddin Al-AyyubiRahimahullah, guru begitu
dihormati dan dimuliakan. Syekh Najmuddin Al-KhabusyaniRahimahullah misalnya,
yang menjadi guru di Madrasah al-Shalāhiyyah setiap bulannya digaji 40 dinar
dan 10 dinar (1 dinar hari ini setara dengan Rp. 2.200,000 jadi setara Rp
110,000,000) untuk mengawasi waqaf madrasah. Di samping itu juga 60 liter roti
tiap harinya dan air minum segar dari Sungai Nil. (Raghib As Sirjani dalam
Kitab “MadzaQaddamaalMuslimuuna Li al Alam”:2009).
Inilah gambaran riil, betapa guru
begitu dihormati dan dimuliakan dari segi jaminan gaji yang layak sesuai
kedudukan mereka di mata Islam. Wallaahua’lam
0 Comments
Posting Komentar