![]() |
Gambar adalah ilustrasi. Sumber : Konsil LSM |
Nuning
Wulandari S.Tr.T
“Perempuan bergerak
roda ekonomi pun ikut bergerak” Kira – kira demikianlah ungkapan yang pantas
untuk menggambarkan bagaimana pentingnya peran perempuan dalam menggerakkan
ekonomi. Benar saja, kiprah perempuan dalam berbagai bidang kehidupan memang
tidak bisa disepelekan.
Namun faktanya
perempuan sedang dirundung masalah kemiskinan yang terus meroket dan tak
kunjung mendapatkan solusi. “Data Word Bank menyebutkan terdapat sebanyak 775
ribu kemiskinan di dunia, sedangkan di Indonesia mencapai 70 Juta orang dengan
standar garis kemiskinan internasional senilai 775.200 per bulan” Ungkap Ustadzah
Rusmiati, S.P dalam sebuah diskusi mahasiswa di Jember Minggu, 12 Januari 2020.
Kemiskinanan yang terus
meroket inilah yang menjadi faktor utama kaum perempuan harus banting tulang
menopang kebutuhan ekonomi keluarga sebagai tulang punggung. Rupanya permasalahan ini tidak hanya terjadi
di Indonesia. Dunia international pun merespon isu Kemiskinan Global ini
melalui PBB dengan mengadakan KTT Millenium yang melibatkan 189 negara
menghasilkan program SDG’s 17 Goals dengan tujuan mengetaskan kemiskinan.
Satu
diantara program SDG’s 17 Goals adalah program Gender Equality yang harus
terlaksana agar masalah kemiskinan ini dapat tercapai. Solusi yang dirumuskan
oleh dunia international ini mengharuskan perempuan bukan hanya sebagai objek
(orang yang harus dientaskan dari kemiskinanan) melainkan juga sebagai subjek (
pelaku yang didorong untuk terlibat
total dalam menyelesaikan problem kemiskinan global). Para perempuan
diaruskan untuk terlibat aktif dalam kegiatan
ekonomi/produksi seperti menjadi buruh wanita, tenaga kerja wanita, wanita
karir dan sederet kegiatan ekonomi lainnya yang harus dilalaui oleh kaum
perempuan untuk terus menopang ekonomi keluarga.
“Ini bukan sebuah
kebetulan yang mengatakan bahwa hari ini jamannnya perempuan bekerja. Ada
sebuah kesengajaan yang diaruskan atau yang didorong secara kuat oleh dunia
international untuk melibatkan perempuan dalam kegiatan ekonomi. Arus besar
inilah yang sedang di gencarkan oleh dunia international dengan program bernama
pemberdayaan ekonomi perempuan” Ungkap Ustadzah Rusmiati, S.P.
Program SDG’s yang
harus tercapai ditahun 2030 dengan program Gender Equality mengharuskan planet
bumi ini 50 – 50. Planet 50 – 50 artinya perempuan sama dengan laki – laki
tahun 2030. Hak – hak perempuan harus sama dengan laki- laki dalam semua aspek
kehidupan. Ketika laki – laki dibebaskan bekerja maka perempuan dibebaskan pula
untuk bekerja, tidak boleh ada yang melarang termasuk aturan dalam Agama.
Program SDG’s ini
memiliki timeline yang harus tercapai ditahun 2030 artinya 10 tahun lagi
program ini harus terealisasi, sehingga tidak berhenti sampai disini saja. Ada
program lain yang juga digencarkan oleh dunia international sebagai entitas
dari PBB bernama UN Women yang secara khusus membahas Kesetaraan Gender dan
Pemberdayaan Perempuan.
Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka
Women di Women's Forum Americas di Mexico City, Meksiko, 30 Meksiko 2019
mengatakan “Keluarga dalam semua keragaman mereka, dapat menjadi pendorong
fisik kesetaraan gender hanya jika pengambil keputusan mengeluarkan
kebijakan yang berakar pada realitas tentang bagaimana orang hidup hari ini, di
mana hak-hak perempuan menjadi intinya”. Pernyataan direktur eksekutif UN
Women dapat diartikan bahwa “keluarga dapat mengekang kesetaraan ketika hak –
hak perempuan tidak dijamin. Menurut mereka yang mengekang hak – hak perempuan
dalam keluarga adalah Islam” tegas ustadzah Rusmiati, S.P.
Arus yang mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan oleh dunia
international direspon baik oleh Indonesia. Ini terbukti saat Indonesia
terlibat dalam Rangkaian Pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation
(APEC) Women and the Economy Forum (WEF) 2019. Indonesia mengutarakan
“pentingnya menghilangkan gender gap dalam pemberian upah, pendidikan,
penguatan institusi ekonomi kreatif, dan peningkatan kapasitas perempuan di
bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) untuk terlibat dalam
ekonomi digital dan revolusi industri.” Peran perempuan akan benar – benar
dituntut setara dengan laki- laki dari berbagai aspek kehidupan.
Tidak berhenti
diprogram itu saja para perempuan digerakkan untuk mengaktifkan UMKM. Menurut
Bank Dunia Total UMKM tahun 2018, 60% UMKM tersebut digerakkan oleh perempuan.
Kotribusi perempuan untuk menaikkan PDB Lewat UMKM ini sebesar 9,1%, sehingga
yang benar – benar digerakkan dalam ekonomi kreatif adalah perempuan.
Bagaimana dengan
Perempuan yang tidak ingin terjun ke dunia kerja ? Kementerian PPPA sendiri sejak 2016 sudah
menginisiasi adanya Industri Rumahan (IR) sebagai salah satu cara
mewujudkan kesetaraan gender melalui program Three Ends. Perempuan akan tetap
diberdayakan didalam rumah dengan mengaktifkan industri rumahan ini. Dana besar
akan digelontorkan, para perempuan akan diarahkan mencari berbagai macam ide –
ide untuk membangun industri dalam rumah. Lagi – lagi program ini bertujuan
utama menjadikan perempuan sebagai driver penggerak ekonomi Indonesia.
Benarkah program
pemberdayaan perempuan ini dapat mengentaskan kemiskinan ? “Tidak” jawab
peserta diskusi secara serentak dengan penuh keyakinanan. Kemiskinan yang
terjadi di berbagai negeri – negeri dibelahan dunia lain bukan disebabkan
karena perempuan tidak terjun ke ranah publik melainkan adanya model negara
salah urus bernama negara korporatokrasi. Model negara ini mengelola dan
mengatur negaranya dengan basis perusahaan. Mindset yang digunakan untuk
mengola negara ini adalah untung rugi dalam bentuk materi dan akan
memberdayakan setiap potensi yang ada didalam negara untuk kepentingan para
pemilik modal (kapitalis) dan perempuan adalah salah satu korban yang menjadi
tumbal dalam negara korporatokrasi.
Ada banyak kebijakan
dan program yang telah digulirkan secara massif untuk mengatasi permasalahan
ini. Namun mengapa program yang nampaknya baik ini justru menimbulkan kerusakan
? Benar saja program gender equality yang diaruskan secara international ini
meniscayakan perempuan harus masuk di dunia kerja seperti laki – laki karena
mereka memilki potensi keuntungan ekonomi yang besar. Para perempuan didorong
untuk meraup keuntungan ekonomi sebanyak - banyaknya. Perempuan yang berprofesi
ibu rumah tangga hanya akan dipandang sebelah mata, karena adanya standard
penilaian dan mindset yang ditanamkan lewat program tersebut yang mengaruskan
bahwa perempuan akan bermatabat mulia ketika ia mandiri secara finansial.
Lantas kenapa program
PEP ini tetap digalakkan padahal adanya para perempuan yang bekerja juga tidak
nampak dapat mengentaskan kemiskinan ? Ada empat konspirasi dibalik program PEP
yang digalakkan menurut Ustdzah Rusmiati, SP diantaranya :
a.
Menyediakan buruh murah agar negara
Korporatokrasi memenuhi tenaga kerja bagi Perusahaan – perusahan besar untuk
mencegah kebangkrutan Kapitalisme. Para perempuan ini tidak akan banyak
mengeluh terhadap gaji/upah murah yang diterima dan diberikan oleh pabrik-
pabrik tempat mereka bekerja, sehingga menjadikan perempuan sebagai buruh dalam
pabrik – pabrik asing adalah pilihan yang tepat.
b.
Menjaga daya
beli masyarakat karena perempuan memilki sifat yang konsumtif
sehingga kondisi ini akan menguntungkan pasar bagi produk mereka.
c.
Social Unrest
adalah kondisi dimana para perempuan ini dapat meredam
konflik sosial akibat pemiskinan yg dilakukan Kapitalisme karena sifat
perempuan yang mudah nerimoan
d.
Menghancurkan kaum muslim. Pilar
terakhir kaum muslimin yakni keluarga dan generasi yang akan menjadi korban
dari program pemberdayaan ekonomi perempuan dalam negara korporatokrasi. Keluarga
muslim hancur karena tidak adanya peran ibu dalam keluarga.
Perempuan
dalam sistem kapitalisme negara korporatokrasi diberdayakan oleh perusahaan
yang mengekpolitasi tubuh dan potensi wanita. Berbeda jauh dengan peradaban
islam, perempuan tidak diberdayakan namun berdaya dalam perdaban islam. Syariah menetapkan bahwa posisi dasar
perempuan adalah seorang ibu dan pengatur rumah; perempuan adalah ‘kehormatan’
yang wajib dijaga. Sabda Rasulullah saw: “Takutlah kepada Allah dan hormatilah
kaum wanita.” (HR Muslim). Islam benar benar memuliakan perempuan. Rasulullah
bahkan dalam hadist tersebut mensejajarkan ketaatan kepada allah dengan
menghormati wanita. Inilah islam peradaban yang sangat memuliakan perempuan.
Wallahualam
0 Comments
Posting Komentar