Oleh. Ulfiatul
Khomariah
(Founder Ideo Media,
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Kaget bukan main. Beberapa hari
yang lalu begitu viral seorang nenek yang melontarkan pernyataan kontroversial.
Sebut saja namanya Sinta Nuriyah, istri almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus
Dur ini secara tegas menyatakan bahwa tidak semua wanita muslimah harus atau
wajib menggunakan jilbab.
“Apakah semua orang Islam itu harus
memakai hijab? Memakai jilbab? Tidak juga, kalau kita mengartikan ayat dalam
al-Qur’an ini secara benar,” ujar ibu negara pada tahun 1999-2001 ini saat
diwawancarai oleh Deddy Corbuzier di kanal YouTube-nya, Rabu, 15 Januari 2020
kemarin.
Sinta Nuriyah juga mengiyakan ketika Deddy
Corbuzier mengatakan bahwa dia pernah menonton sebuah konten yang menyatakan
bahwa terjemahan al-Qur’an memiliki unsur keinginan pribadi sang penerjemah.
Pendapat itu pun langsung dibenarkan oleh Sinta Nuriyah dan putrinya, Inayah.
Astaghfirullahal adzim... sudah
pasti, sebagai seorang muslimah yang taat terhadap syariat pasti kita akan shock
mendengar pernyataan nenek Sinta ini. Penulis saja tidak habis pikir, seorang
istri yang katanya paham Islam kok berani banget melontarkan pernyataan yang
menentang syariat Islam.
Sebenarnya ada dua hal yang nyeleneh dari
pernyataan nenek Sinta ini. Pertama, tentang jilbab yang tidak wajib bagi
seorang muslimah. Dan yang kedua, bahwa terjemahan al-Qur’an memiliki unsur
keinginan pribadi sang penerjemah. Namun, disini penulis hanya akan memfokuskan
pada pernyataan yang pertama, benarkan muslimah tidak wajib berjilbab?
Dalam Islam, kedudukan seorang wanita
sangat dimuliakan. Dari saking mulianya, namanya diabadikan dalam al-Qur’an
(lihat QS. An-Nisa). Dan harus kita pahami, bahwa sesungguhnya Allah Swt
memerintahkan wanita untuk berjilbab dan berkerudung adalah untuk memuliakan mereka dan menjaga kehormatan
wanita.
Terkait dengan kewajiban berjilbab dan
berkerudung sudah diterangkan secara jelas (qath’i) dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah. Dan ingatlah, jilbab tidak sama dengan kerudung. Jilbab adalah baju
longgar tanpa potongan ( Lihat QS. Al-Ahzab: 59). Allah SWT mengatakan, “yudniina
‘alaihinna min jalabibihinna” (hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab
mereka).
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina”
yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai menutup ke
bawah/kedua kaki). Penafsiran ini yaitu idnaa’ yang berarti irkhaa’ ila
asfal. Kewajiban berjilbab ini juga diperkuat dengan hadist Ibnu Umar bahwa
dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda:
“Barang siapa yang
melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya
pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus
diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).”
Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal
(syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau
begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah
mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka
menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi ).
Hadist di atas dengan jelas
menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di
atas pakaian rumah adalah jilbab yang diulurkan sampai ke bawah hingga menutup
kedua kaki. Sedangkan kerudung atau khimar fungsinya untuk menutup kepala
sampai juyub (dada) wanita. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat
An-Nur ayat 31.
Wajib dipahami bahwa
berjilbab dan berkerudung adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Dan kewajiban
itu sama seperti kewajiban sholat, puasa, menuntut ilmu dll. Jadi tidak boleh
menolak syariat kewajiban menutup aurat dengan jilbab dan kerudung. Ingat,
perintah menutup aurat dengan jilbab ini berlaku untuk muslimah, bukan yang
selain muslimah.
Jadi, semua yang mengaku
muslimah baik saya, anda, dan semua yang sudah baligh tidak boleh menawar
seruan-Nya. Seharusnya jawaban seorang muslim apabila ada seruan dari syari’
(pembuat hukum/Allah) adalah sami’na wa atho’na (saya mendengar dan saya
taat). Tidak boleh ada alasan dan tawar-menawar dalam masalah hukum syara’.
Sejatinya, hanya
orang-orang munafiklah yang tidak mau menerapkan syariat-Nya. Ia mengaku
beriman kepada Allah, tapi sejatinya menentang aturan Allah. Saat ada syariat
untuk menutup aurat, ia akan berdalih dengan banyak alasan. “Saya belum siap”,
“mau hijabin hati dulu”, “nunggu hidayah”, “jilbab itu pilihan” dan yang lebih
parah mengatakan “jilbab itu tidak wajib”. Naudzubillahi min dzalik.
Jika perempuan tidak mau
berjilbab dan berkerudung ya terserah. Karena syariat berjilbab dan berkerudung
hanya berlaku untuk muslimah. Tapi jika ada yang mengaku muslimah lalu
mengatakan “tidak wajib berjilbab” itu sungguh keterlaluan. Karena sama saja
dia menentang hukum Allah. Semoga kita semua terselamatkan
dari sifat munafik dan menjadi muslimah yang dirindukan Surga. Jadilah muslimah
taat dan yuk berjilbab! Wallahu a’lam bish-shawwab.
0 Comments
Posting Komentar