Oleh : Watini Alfadiyah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
#InfoMuslimahJember -- Opini hijrah yang menggema kini
jadi ternoda dengan adanya Gelar Kampanye “No Hijab Day”. Bahkan ada sayembara “Hari Tak
Berjilbab”. Dipelopori oleh Yasmine Mohammad,
kampanye "No Hijab Day" digelar melalui media sosial. Kampanye hari
tanpa hijab ini dirayakan setiap 1 Februari.
Adapun alasan diadakannya kampanye
ini menurut Hijrah Indonesia adalah:
(1) Hijabisasi baru marak tiga dekade
terakhir; Niqabisasi marak satu dekade terakhir.
(2) Tidak semua ulama, tarekat
dan sarjana Ke-Islam-an mendakwahkan dan bersetuju dengan hijabisasi maupun
niqabisasi. Pandangan mengenai batasan aurat berbeda-beda.
(3) Kita berdiam di
rumah, berada di habitat, berkebutuhan, bekerja, dan atau memiliki fisik, yang
kesemuanya berbeda-beda.
(4) Kebutuhan vitamin D, terutama yang
mendesak. (http://mysharing.co/hijrahindonesia-gelar-kampanye-no-hijab-day/)
Diawal tahun 2020 ini memang kita
telah banyak dipertontonkan dengan segala macam sekulerisme garis keras.
Sekulerisme garis keras kini semakin berani dan lantang menghujat syari'at
Islam. Dengan berdalih moderasi ajaran Islam kian direduksi. Direduksi dengan
perkataan yang justru terlihat nyeleneh, semisal perkataan sang profesor yang
menghalalkan zina, perkataan tokoh yang menyatakan jilbab tidak wajib, negara
Islam haram, dan sampai detik ini ada tindakan sekelompok wanita yang mengajak
untuk melepaskan hijabnya.
Jelas ini adalah konten
kampanye gila yang mengusik umat Islam yang masih berakal tentunya. Sosok
individu yang berakal akan selalu punya kesadaran berfikir secara cemerlang.
Dimana tingkatan berfikir itu ada tiga yaitu : Pertama, berfikir dangkal yaitu
tatkala hanya berfikir untuk mempertahankan hidup. Kedua, berfikir dalam yaitu
tatkala berfikir sampai pada kebaikan hidupnya. Ketiga, berfikir cemerlang
yaitu berfikir sampai pada permasalahan pokok yang mendasari kehidupan yakni
hidup ini darimana, untuk apa, dan hendak kemana.
Ketika sosok individu sudah
memiliki kesadaran yang cemerlang nan shohih yaitu menyadari hidup ini
diciptakan oleh Allah, untuk beribadah, dan hendak kembali kepada Allah Swt
maka dia dinyatakan beraqidah Islam. Tatkala beraqidah Islam maka punya
konsekuensi untuk terikat dengan syari'at Islam secara keseluruhan/ kaffah.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman : "Wahai orang-orang yang beriman !
Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (TQS.
Al-Baqarah 208).
Dengan demikian menutup aurat
merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan sehingga kemuliaan
perempuan itu terjaga. Sebagaimana jumhur'ulama bersepakat bahwa aurat wanita
meliputi seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya adalah
firman Allah Swt yang artinya : "Katakanlah kepada wanita yang beriman :
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."(TQS. an-Nur (24) :
31).
Menurut Imam Ath-Thabari dalam
tafsir al-Thabari juz 18/118 makna yang lebih tepat untuk"perhiasan yang
biasa tampak" adalah muka dan telapak tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan
boleh ditampakkan di kehidupan umum. Sedangkan selain muka dan telapak tangan
adalah aurat, dan tidak boleh ditampakkan kepada laki-laki asing, kecuali suami
dan mahram. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat shahih, Aishah ra telah
menceritakan, bahwa Asma' binti abu Bakr masuk ke ruangan wanita dengan
berpakaian tipis, maka Rasulullah Saw pun berpaling seraya bersabda :
"Wahai Asma' sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas
menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk tangan dan
wajahnya."(HR. Muslim).
Selain memerintahkan wanita untuk
menutup auratnya, syari'at Islam juga mewajibkan wanita untuk mengenakan busana
khusus ketika hendak keluar rumah. Pakaian wanita yang hendak keluar rumah
yakni terdiri dari jilbab dan khimar. Dan ini merupakan kewajiban disisi lain
yang terpisah dari kewajiban menutup aurat
keberadaannya tidak boleh dicampuradukkan.
Hanya saja, ketika ia hendak
keluar dari rumah, ia tidak boleh pergi dengan pakaian sembarangan, walaupun
pakaian itu bisa menutupi auratnya secara sempurna. Akan tetapi ia wajib
mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab yang dikenakan di atas pakaian
biasanya. Sebab, syari'at telah menetapkan jilbab dan khimar sebagai pakaian
yang wajib dikenakan seorang wanita muslim ketika berada di luar rumah atau
berada di kehidupan umum.
Sebagaimana Allah Swt berfirman :
"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya...."(TQS.
An-Nur (24) : 31). Ayat ini berisi perintah dari Allah Swt agar wanita
mengenakan khimar (kerudung) yang bisa menutup kepala, leher, dan dada.
Adapun kewajiban mengenakan
jilbab, sebagaimana Allah Swt. Berfirman : "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin : "Hai Nabi
katakanlah kepada isteri-isteri orang mukmin : "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampunan lagi Maha Penyayang". (TQS. Al-Ahzab (33) : 59). Ayat ini
merupakan perintah yang sangat jelas bagi wanita mukminat untuk mengenakan
jilbab. Di dalam kamus al-Muhith dinyatakan bahwa jilbab itu seperti sirdaap
(terowongan) atau sinmaar (lorong),
yaitu baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa
saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju
kurung." (Kamus al-Muhith).
Inilah penjelasan pakaian wanita
muslim yang bersumber dari rujukan yang shahih, yang harus dikenakan bagi sosok
individu muslim yang beriman. Dengan demikian mulialah keberadaan perempuan.
Dengan berpakaian sebagaimana
halnya diatas lantas perempuan layak untuk keluar rumah. Bahkan tidak ada dalil
yang menunjukkan adanya pengekangan terhadap aktivitas wanita untuk keluar
rumah tatkala sudah berpakaian jilbab dan khimar. Yang tentunya akan terikat
dengan syari'at Islam tatkala berada di luar rumah dalam rangka menunaikan
aktivitas yang lainnya. Sebagaimana dari Ummu 'Athiyah ra, ia berkata :
"Rasulullah Saw. memerintahkan agar kami mengeluarkan para wanita, yakni
hamba-hamba sahaya perempuan, wanita yang sedang haid, dan para gadis yang
sedang dipingit, pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Wanita-wanita yang
sedang haid, mereka memisahkan diri tidak menunaikan shalat, tetapi tetap
menyaksikan kebaikan dan mendengarkan seruan kepada kaum muslim. Aku lantas
berkata, "Ya Rasulullah, salah seorang diantara kami tidak memiliki
jilbab." Rasulullah Saw pun menjawab, "Hendaklah saudaranya
memakaikan jilbabnya kepada wanita itu." (HR Muslim). Artinya, wanita
tersebut tidak memiliki pakaian jilbab yang akan dikenakan disebelah luar
pakaian kesehariannya, dalam rangka keluar rumah. Maka "Rasulullah Saw memerintahkan
agar saudaranya meminjaminya pakaian yang akan dia kenakan disebelah luar
pakaian kesehariannya. Itulah perhatian Rasulullah Saw terkait dengan pakaian.
Kalaupun berdalih mempertahankan
budaya, pada dasarnya budaya itu telah terhapus dengan syari'at Islam. Dan
terbukti syari'at Islam itu memuliakan perempuan serta mampu mempersatukan.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda : "Takutlah kepada Allah dan
hormatilah kaum wanita."(HR. Muslim)
Islam sangat menjunjung kehormatan
dan kesucian wanita. Terbukti suatu ketika seorang muslimah di kota Amuria yang
terletak antara wilayah Iran dan Syam berteriak meminta pertolongan karena
kehormatannya dinodai oleh seorang pembesar Romawi. Teriakan itu ternyata
'terdengar' oleh Kholifah Mu'tashim, pemimpin umat Islam saat itu. Kemudian
langsung beliau menggerakkan tentaranya untuk membalas pelecehan tersebut.
Bukan saja sang pejabat nekat, tetapi kerajaan Romawi langsung digempur.
Sedemikian besarnya tentara kaum muslim hingga diriwayatkan, 'kepala' pasukan
sudah berada di Amuria sedangkan 'ekornya' berakhir di Baghdad, bahkan masih
banyak tentara yang masih ingin berperang. Fantastis! Dan untuk membayar
penghinaan tersebut 30 000 tentara musuh tewas dan 30 000 terluka. Itulah
faktanya tatkala Islam diterapkan dalam kancah kehidupan.
Lantas, berdalih budaya peradaban
yang seperti apa yang akan digadang-gadang. Sampai harus menanggalkan jilbab
dan khimar sebagai pakaian kehormatan wanita. Demi mempersatukan budaya yang bagaimana padahal justru dengan
diterapkannya sistem Islam semua budaya itu bisa dipersatukan.
Jadi, dengan berdalih dalil apapun
penyelenggaraan kampanye 'no hijab' merupakan penyesatan terhadap konsep
hijrah. Karena pada dasarnya konsep hijrah itu adalah perubahan menjadi lebih
baik yang tentunya sesuai dengan syari'at Islam. Wallahu A'lam bi showab.
#WordHijabDay
#YukBerhijab
#HijabItuSyari'at
#HijabBukanBudayaArab
#HijabItuMulia
0 Comments
Posting Komentar