Ayu Fitria Hasanah S.Pd
(Pemerhati Pendidikan)
Harapan
baru, itulah yang mungkin dirasakan civitas akademika terutama mahasiswa ketika
menyimak sosialisasi mendikbud tentang kebijakan kampus merdeka. Pasalnya,
kebijakan ini memiliki terobosan baru, yaitu kesempatan
bagi mahasiswa untuk belajar di prodi lain. Terobosan ini didasarkan pada pandangan
bahwa kebanyakan pekerjaan menuntut seseorang tidak hanya ahli dibidang satu
disiplin ilmu, tetapi membutuhkan kombinasi dari disiplin ilmu lain untuk
menunjang keberhasilannya.
Artinya ada kebebasan bagi mahasiswa untuk semakin
mengekslpor potensinya lebih nyata melalui praktik-praktik yang bisa jadi hanya
ada di selain prodinya. Selain itu, kebijakan ini bak angin segar bagi kampus
yang ingin meningkaan kualitasnya. Melalui pembaruan sistem akreditasi PT,
kampus dapat lebih cepat bergerak maju menyaingi kampus-kampus ternama. Sifat
akreditasi yang otomatis dilakukan oleh pemerintah juga kampus bebas mengajukan
akreditasi, seakan menjadi peluang besar untuk cepat mendapat predikat A dan
mendapatkan status BAN PT.
Kampus
dengan akreditasi A dan B pun memiliki hak membuka prodi baru secara mudah,
cukup dengan syarat ada kerjasama dengan perusahaan kelas dunia, organisasi
nirlaba (PBB, World Bank, TOP 100 world university), BUMN, BUMD. Dengan kata
lain, mahasiswa yang lulus dari prodi tersebut langsung dapat bekerja di
perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan pihak kampus. Inilah harapan
kebanyakan mahasiswa yang memimpikan masa depan hidup sejahtera, dengan
keberhasilan mendapat pekerjaan.
Sekilas,
kebijakan kampus merdeka tampak sempurna tanpa cacat. Sayangnya, esensi
kebijakan ini fokus pada pemberdayaan mahasiswa dalam hal kepandaian
mengumpulkan uang dengan cepat mendapat kerja. Dengan kata lain yakni membekali
mahasiswa dengan lebih dari satu keterampilan agar ketika lulus siap
mengaplikasikan ilmunya dan dapat bekerja. Dari sisi kemandirian ekonomi memang
bagus, akan tetapi dalam jangka panjang kebijakan ini berpeluang besar menumpulkan
peran hakikinya sebagai agen perubahan, pemikir masalah-masalah yang menimpa
umat dan bangsa, pejuang nasib kesejahteraan umat, berubah menjadi sekedar pemikir
nasib sendiri.
Hal ini semakin menguatkan arus individualis yang sudah kuat
keberadannya. Apalagi kebijakan kampus merdeka memberikan kebebasan dan
kemudahan bagi korporasi yang mengikat kerjasama dengan pihak kampus untuk
menentukan kurikulum pendidikannya. Walhasil mahasiswa menuntut ilmu dalam rangka
memenuhi kepentingan korporasi atau mengikuti permintaan korporasi baik lokal
maupun global.
Ditengah
banyaknya krisis atau masalah umat dan bangsa yang membutuhkan hadirnya para
mahasiswa atau pemuda untuk memberi perhatian sekaligus solusi perubahan yang
nyata, kebijakan kampus merdeka justru berpeluang besar menyita perhatian
mahasiswa dan mengalihkan pada capaian keprofesian belaka. Bagi PT, kebijakan ini
semakin mendorong kampus berlomba-lomba bergerak mencapai garis-garis standart
yang dirumuskan secara nasional juga internasional, tanpa lebih dalam memahami
pengaruh nyata capaian standart bagi kesejahteraan umat.
Kebijakan
kampus merdeka memang memberi harapan dan peluang bagi mahasiswa untuk sukses
dengan makna bisa memanfaatkan ilmu dan potensinya untuk mendapatkan uang.
Namun kebijakan ini juga memberi peluang menggeser tujuan pendidikan.
Pendidikan sejatinya memiliki cita-cita luhur yakni menjadikan manusia lebih
mulia, dan sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa orang
yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa.
Ketaqwaan yang menjadikannya
peka pada setiap kemungkaran dan menjadikannya semangat dalam menegakkan
kebenaran. Kebijakan ini juga perlahan mengikis karakter pemimpin pada diri
para pemuda, sabaliknya mereka semakin dibentuk dengan kuat karakternya sebagai
pekerja. Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan berpikir kebutuhan mendasar
dari para mahasiswa agar dapat merumuskan kebijakan yang memberikan
kemashlahatan bagi umat dan bangsa. Tidak hanya berdasar pada ambisi bersaing
di era disruptiv ini, tetapi perlu mempertimbangkan secara menyeluruh, baik
dari aspek moral di tengah krisis moral pemuda, dari sisi agama di tengah
kesekuleran dimana-mana, peran mahasiswa atau pemuda di tengah lunturnya kepedulian
dan empati, dari sisi pengabdian masyarakat sebagai salah satu tri dharma.
Dengan begitu kebijakan yang dirumuskan dapat nyata pengaruhnya bagi kebaikan
umat dan bangsa.
0 Comments
Posting Komentar