FATA VIDARI, S.Pd
Pendidik dan Ibu rumah tangga
#InfoMuslimahJember -- Sungguh disayangkan. Di tengah kondisi penanganan wabah covid 19 yang belum tuntas hingga hari ini, masih ada saja permasalahan baru yang makin memperkeruh suasana. Seperti ramai diberitakan di beberapa daerah akhir-akhir ini tentang polemik bantuan sosial (bansos) untuk warga yang terdampak covid 19. Diduga program ini telah dipolitisasi sebagai alat kampanye terselubung oleh beberapa pejabat daerah yang berkepentingan dengan pencalonannya kembali di pilkada.
Salah
satu yang ramai diperbincangkan adalah Bupati Klaten Sri Mulyani. Sejumlah akun
media sosial menunjukkan stiker foto Bupati yang menempel di paket bantuan hand
sanitizer yang dibagikan pada warga dari Kemensos. Beberapa unggahan lain
berupa paket beras, masker hingga buku tulis untuk siswa yang ditempeli dengan
gambar serupa. Meskipun demikian ketika dikonfirmasi Bupati perempuan ini
menepis tudingan tersebut dan menyatakan memang ada beberapa bantuan yang berasal
dari kantong pribadinya, dan ada yang dari Kemensos.
Peristiwa
yang sama juga terjadi di Jember, Jawa Timur. Terdapat foto Bupati dan wakil
Bupati pada bantuan beras yang juga dari Kemensos. Apalagi sudah diketahui
Bupati petahana perempuan ini bakal maju pada pilkada berikutnya lewat jalur
independen. Dan yang terbaru adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Maziyang
juga diduga melakukan hal yang serupa.
Nyatanya
politisasi bansos tidak hanya terjadi di daerah, bahkan pemerintah pusat pun
tidak lepas dari dugaan politik pencitraan. Pasalnya bantuan paket sembako pada
April lalu sempat tertunda karena alasan sepele, yaitu menunggu tas bertuliskan
“Bantuan Presiden RI” selesai dibuat. Meski banyak kalangan pro kontra, ada
juga menilai ini hal yang wajar. Akan tetapi publik sudah terlanjur menganggap ada
kepentingan pribadi dibalik bantuan yang diberikan untuk rakyat.
Sungguh,
benar-benar menyakitkan melihat tingkah polah dari para pejabat ini. dampak
wabah yang masih menyisakan banyak masalah seperti maraknya PHK, menurunnya
pendapatan rakyat yang bekerja di sektor informal, juga bantuan pemerintah yang
tidak tepat sasaran belum bisa dituntaskan. Malah ditambah dengan masalah baru para
oknum pejabat yang memanfaatkan penderitaan rakyat untuk memuaskan syahwat
politiknya. Tidak punya rasa simpati disaat banyak rakyat meregang nyawa.
Seperti yang diberitakan baru-baru ini seorang ibu yang sedang hamil besar dan
tiga balitanya di Polewali mandar, Sulawesi Barat ditemukan lemas kelaparan di
kebun karena tidak ada yang dimakan. Sementara ayahnya berusaha mencari
pekerjaan sebagai buruh akibat dari pekerjaan sebelumnya terhenti karena dampak
wabah. Benar-benar ironis.
Fenomena
hilangnya kepekaan para pejabat saat ini terhadap penderitaan rakyatnya dan
lebih mengutamakan kepentingan pribadi menjadi hal yang dianggap ‘lumrah’. Beberapa
peneliti dan pengamat politik menanggapi hal ini sebagai fenomena yang sering
terjadi. Diantaranya adalah peneliti
dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menilai bansos memang kerap dipolitisasi
karena efektif mendongkrak citra. Tidak hanya pemerintahan hari ini saja,
bahkan era sebelumnya terdapat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang juga dianggap
mampu memulihkan citra penguasa akibat kebijakan menaikkan BBM yang dinilai
menyengsarakan rakyat.
Meski
faktanya sudah ada pengaturan dan sanksi terkait penyalahgunaan wewenang
jabatan ini tapi tetap saja banyak oknum pejabat yang melanggarnya. Menurut komisi
pemilihan umum Hasyim Ashari sudah ada pasal-pasal yang mengatur hal ini yaitu
uu no 10 tahun 2016. Dan menurutnya kepala daerah bisa didiskualifikasi jika
terbuki bersalah. Bahkan pasal tersebut juga terdapat dalam aturan permendgari yaitu
pasal 6 dan 7 daintaranya pejabat daerah tidak boleh menempelkan foto diri
dalam program pemerintah tapi harus atas nama lembaga.
Penyalahgunaan
jabatan yang terus terjadi meski sudah ada aturan yang dibuat tentunya bukan
tanpa sebab. Selain lemahnya integritas para pemegang urusan rakyat ini, juga
ada andil besar bentukan sistem yang membuat mereka terpilih. Sudah menjadi
rahasia umum dalam Demokrasi praktek pemilihan legislatif maupun eksekutif
menghabiskan biaya yang besar utamanya untuk mendapatkan dukungan rakyat. Maka
berbagai pendanaan baik dari individu calon, dari partai, dan juga para pengusaha
bahkan dana dari rakyat yang dikelola pemerintahpun akan jadi sasaran untuk
mendapatkan kursi kekuasaan. Tidak adanya transparasi dana serta lemahnya
kontrol dan sanksi dari negara menambah subur praktek semacam ini.
Sebenarnya
dalam Islam telah dicontohkan solusi mendasar terhadap banyaknya para pejabat
yang bermental materialistis semacam ini. Sistem yang dibentuk atas asas
ketakwaan kepada Allah akan mencegah pemimpin berbuat tidak amanah. Hal ini karena
dorongan keimanan dan komitmennya terhadap syariatNya. Tidak akan menggunakan
amanah jabatannya untuk mempertahankan kursi karena mereka selalu diingatkan
tanggung jawab besar di akhirat kelak pada pemimpin yang lalai terhadap hak rakyatnya.
Sanksi tegas dari negara juga akan diberikan atas penyalahgunaan wewenangnya.
Cukuplah
sejarah sebagai bukti bahwa selama 12 abad lebih Islam mampumengatasi berbagai
krisis ditengah-tengah rakyatnya dan tegas dalam mengatasi pejabat yang
menyeleweng. Termasuk dalam kondisi wabah seperti saat ini, Islam mempunyai
konsep terintegrasi tidak hanya menghentikan laju penyebaran wabah tetapi juga
menyelesaikan dampak ikutan yaitu krisis ekonomi. Konsep ketahanan pangan
dibangun atas asas pelayanan terhadap rakyat dan dikelola penuh oleh negara,
tidak diserahkan pada korporasi. Anggaran negara yang dikelola sesuai syariah
akan sangat cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyat, termasuk dalam
kondisi wabah.
Kebijakan
yang masyhur dilakukan salah satu pemimpin Islam Umar Ibn Khaththab dalam
menyelesaikan masalah ekonomi untuk rakyatnya saat krisis sangat jelas. Beliau
membangun pos-pos penyedia pangan di berbagai tempat, bahkan mengantarkan
sendiri makanan ke setiap rumah dan memastikan seluruh individividu rakyatnya
bisa makan. Bahkan Khalifah berjanji tidak akan makan makanan yang lezat sampai
melihat seluruh rakyatnya tidak kelaparan. Sungguh luar biasa akhlak pemimpin yang
dibentuk dalam sistem Islam. Inilah
sikap yang seharusnya dimiliki para pejabat di negeri ini. Yaitu sikap yang
dibangun atas asas keimanan, bukan pencitraan.
0 Comments
Posting Komentar