oleh : Faiqoh Himmah*)
Lagi-lagi pasukan Israel menyerang muslim
Palestina yang tengah melakukan ibadah di Masjidil Aqsha. Tanpa mengindahkan
bulan Suci Ramadhan yang dihormati umat Islam, pasukan Israel menggeruduk dan menembakkan
gas air mata pada jama’ah sholat shubuh, Jumat (15/04). Sekitar 150 warga
Palestina dilaporkan terluka.
Ketegangan terus berlanjut. Polisi Israel
menggunakan granat kejut dan peluru karet untuk mengintimidasi pengunjuk rasa
(muslim yang beribadah di Masjidil Aqsha). Selasa (19,04) Israel melancarkan serangan udara ke kota Khan
Younis, di wilayah selatan Jalur Gaza. Ledakan besar terlihat di pangkalan
militer Hamas.
Bagaimana respon dunia? Seperti biasa, dunia
hanya mengecam tanpa melakukan aksi nyata. Komite Arab Regional (yang terdiri
dari Negara-negara yang melakukan normalisasi dengan Israel) mengadakan
pertemuan darurat di Yordania, mereka mengutuk kekerasan Israel. Erdogan
dikabarkan menelepon Presiden Israel dan menyatakan kekecewaan atas kekerasan
pasukan Israel. Begitu pula menteri luar negeri UEA menelepon menlu Israel, AL
Nahyan menyerukan stabibilitas. Lima
negara Eropa (Irlandia, Prancis, Estonia, Norwegia, Albania) anggota Dewan
Keamanan PBB menyerukan bentrokan di Yerusalem dihentikan.
Sementara itu menteri luar negeri AS, mendesak
Israel dan Palestina untuk menahan diri. Dalam pembicaraannya dengan Yair
Lapid, Menlu Israel, Blinken menegaskan komitmen AS terhadap keamanan Israel.
Sementara itu kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas, BLinken menyatakan
komitmen AS untuk meningkatkan kualitas hidup warga Palestina. Blinken mendesak
solusi dua Negara.
Perebutan
Tempat Suci?
Dalam pernyataannya, menlu AS, Blinken
menegaskan keharusan Israel dan Palestina menghormati kesepakatan atas status
quo tempat suci. Bahwa otoritas kerajaan Yordania memiliki kekuasaan dalam
menjaga tempat suci di komplek Al Aqsha.
Begitu pula Rusia dan Negara-negara lain. Sementara itu, PM Palestina menyatakan
Al-Aqsha adalah milik dan hak umat Islam, tidak dapat dibagi-bagi.
Sebagaimana digembar-gemborkan media selama
ini, konflik Israel – Palestina adalah konflik “abadi” karena terkait dengan
keyakinan masing-masing agama akan tempat suci mereka. Akan tetapi, jika
ditelaah secara mendalam, sejarah akan menunjukkan bahwa konflik Israel –
Palestina adalah konflik yang tidak bisa dilepaskan dari situasi dunia pasca
dihapuskannya Khilafah Utsmani sebagai kekhilafahan Islam.
Palestina adalah salah satu wilayah kekuasaan
Khilafah Islam. Palestina ditaklukkan pada masa KHalifah Umar Bin Khaththab
secara damai. Tanah Palestina adalah tanah Kharajiyah milik kaum muslimin.
Selama berabad – abad, umat Islam dan Kristen yang tinggal di Palestina berada
dalam pengasuhan Khilafah. Mereka hidup secara damai. Hingga tiba masa
kelemahan Daulah Utsmani (Barat menyebutnya Ottoman Empire), ketika Daulah
Utsmani terjebak pada Perang Dunia II dan mengalami kekalahan. Sebagian besar
wilayah Daulah Ustmani kemudian berada di bawah kekuasaan Inggris. Termasuk
Palestina.
Pada tahun 1917, Inggris dan Prancis membidani
lahirnya “Negara” Yahudi yang disahkan dalam perjanjian Balfour. Kedua Negara
tersebut memberikan dana dan senjata besar-besaran demi terwujudnya Negara
Israel. Palestina, sebagai bagian dari Timur Tengah berada di pusaran konflik
kepentingan dan penjajahan Barat. Seiring perubahan situasi politik dunia
dengan kemunculan AS sebagai pemain penting, demi mengamankan kepentinganya di
Timur Tengah, AS ikut menaruh “saham” atas Negara Israel. Bahkan lebih besar
daripada para pendahulunya.
Pada tahun 1947, PBB mengeluarkan resolusi
yang membagi wilayah Palestina menjadi dua bagian. Sebagian besar diserahkan
kepada Israel. Selanjutnya Yahudi mendeklarasikan berdirinya “Negara” Israel
pada tahun 1948. Sebuah “Negara” yang berdiri dengan pengusiran dan pembantaian
terhadap penduduk Palestina. Barat, yang dipimpin oleh AS mengakui dan menjamin
dukungan penuh atas Negara Israel. Padahal mereka sangat getol mengkampanyekan
HAM.
Ketika Iraq menginvasi Kuwait, AS menjadikan
alasan untuk menyerang Iraq, mengakibatkan Negara itu luluh lantak hingga hari
ini. Begitu juga saat ini ketika Rusia menyerang Ukraina, AS dan Negara-negara
Barat langsung mengambil tindakan, bukan sekedar kecaman. Mulai dari Embargo terhadap
Rusia hingga dukungan persenjataan untuk Ukraina. Tapi, mengapa hal demikian
tidak pernah terjadi atas Palestina? Padahal kekejian Israel telanjang
dipertontonkan pada dunia. AS justru secara terbuka tanpa malu menunjukkan
keberpihakannya pada Israel. Apa yang menyebabkan sikap ganda ini?
Di satu sisi, penguasa – penguasa Timur Tengah
tampak mesra berhubungan dengan AS. Padahal nyata-nyata AS berada di pihak
Israel yang membantai saudara-saudara mereka di Palestina. Penguasa – penguasa
timur tengah yang memiliki kekayaan minyak dan kekuatan militer seolah tak
mampu menghentikan kekejaman Israel, sebuah Negara kecil yang baru berdiri.
Jika dikaji secara jernih dan mendalam,
konflik yang terjadi di Palestina (sebagai bagian dari Timur Tengah), tidak
lepas dari sejarah panjang upaya Barat untuk meruntuhkan Daulah Khilafah,
sebagai representasi ideologi Islam. Masalah
Timur Tengah memrupakan masalah yang terkait dengan Islam dan bahayanya bagi
Barat. Letaknya yang stratetis dengan kekayaan alam yang melimpah, terutama
minyak telah membangkitkan kerakusan AS dan Barat. Negara Yahudi, sengaja
ditanam untuk menimbulkan ketidakstabilan di kawasan tersebut, sehingga Timur
Tengah selalu berada dalam permainan dan kendali Negara-negara Barat.
Dalam Alquran surat Ali Imran ayat 118, Allah
SWT berfirman :
“Sungguh, telah
nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati
mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan
kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.”
Solusi
Hakiki untuk Palestina
Menilik akar masalah konflik Palestina, bahwa
bukan sekedar perebutan tempat suci, akan tetapi adanya penjajahan dan
kepentingan Barat atas Islam dan Timur Tengah seacara umum, solusi hakiki untuk
Palestina adalah mewujudkan adanya kekuatan yang mampu menyaingi dan
menghentikam hegemoni Barat.
Umat Islam tidak bisa berharap pada penguasa –
penguasa negeri- negeri muslim meski mereka memiliki kekuatan militer dan SDA,
karena faktanya, mereka adalah pelayan kepentingan Barat. Tidak punya nyali
untuk independen dan membela saudara seiman mereka di Palestina.
Umat juga tidak bisa berharap pada perundingan
dan perjanjian – perjanjian damai atau sejuta deklarasi dan kecaman, karena
faktanya itu semua hanya berakhir di atas meja dan tidak sedikitpun membuat
Israel gentar.
Satu – satunya yang harus umat lakukan adalah
mewujudkan kekuatan independen berbasis pada ideology Islam, dengan menjadikan
aqidah islam sebagaia asas dan pemersatu, lalu dengannya umat mewujudkan
kekuatan dalam bentuk sebuah Negara yang berlandaskan pada syariah Islam,
dengannya Jihad diserukan untuk mengusir Israel dari tanah Palestina dan
mengakhiri hegemoni Barat di Timur Tengah dan dunia seacara umum. Hegemoni
Barat inilah yang telah menciptakan penderitaan di dunia. Dengannya hukum –
hukum syariat terhadap non muslim ditegakkan, yang terbukti mencipatakan
harmoni selama berabad - abad.
Tidakkah ini adalah kekuatan yang seimbang dan
jawaban atas rasa kemanusiaan kita?
Wallahu a’lam bish showab.
*) Pemred Info Muslimah Jember
0 Comments
Posting Komentar