Materi 1 Kul WA Parenting Qur’ani : Mendidik Anak dengan Bahagia
(Ustdzh. Gadinia Bunga)
Memiliki anak adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh pasangan yang telah menikah. Setelah memiliki bayi mungil dan lucu kebahagiaan keluarga kecil kita semakin bertambah, tetapi akankah kebahagiaan ini akan terus terasa hingga mereka bertambah besar?
Anak adalah Harapan Vs Beban
Kehadiran anak bisa menjadi
harapan bagi orang tua, namun tak jarang juga akan menjadi beban. semua sangat
dipengaruhi oleh cara orang tua dalam memandang keberadaan mereka.
Seorang anak akan menjadi
harapan orang tua, ketika orang tua menyadari bahwa anak adalah harapan bagi
orang tua, karena mereka memahami bahwa:
1.
Anak
adalah Rizki.
Allah SWT Berfirman :
“Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia
memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan
anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan
kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan
Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Asy Syura: 49-50)
Anak adalah penyenang hati
Allah SWT Berfirman :
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqon : 74)
3. Anak
adalah Penyelamat di Akhirat.
Rasulullah
SAW Bersabda:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannyakecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih." (HR. Muslim no. 1631)
Namun, saat ini tidak sedikit orang tua menganggap
anak sebagai beban. Faktanya tidak sedikit orang tua yang merasa tidak bahagia
ketika mendidik anak-anak mereka. Banyak kasus orang tua menganiaya anak,
bahkan membunuh mereka karena motif ekonomi maupun karena stress.
Survey tersebut menjadi terkenal, karena isinya yang mengejutkan. Menurut survey tersebut, secara rata-rata, ibu rumah tangga lebih rentan stres (yaitu ibu tak bekerja yang punya anak <18 tahun) mengalami tingkat rasa sedih, stres, marah, serta depresi lebih tinggi dibandingkan perempuan bekerja.
Hal ini terjadi karena cara pandang seorang Ibu
tentang bahagia diukur dari seberapa besar mereka bisa memenuhi kebutuhan
materi seperti pakaian, mainan, makanan dan lain sebagainya. Sehingga menjadi
suatu yang wajar ketika seorang Ibu menjadi stress tatkala tidak bisa
memberikan kebahagiaan berupa materi. Selain itu Ibu merasa bahwa mendidik anak
tidak menghasilkan materi, jika dibandingkan dengan Ibu Pekerja.
Akan menjadi berbeda ketika seorang Ibu mengetahui
bahwa mendidik anak hanya mengharap Ridho Allah SWT, serta akan menjadi
Investasi di Akhirat. Ibu yang paham hakikat kebahagiaan dalam Islam akan sadar
bahwa kehidupan di Dunia ini hanyalah senda gurau belaka, sedangkan kehidupan
di akhirat itu lebih baik daripada kehidupan di dunia.
Selain itu Ibu juga memahami
bagaimana Islam memuliakan Ibu. Seperti riwayat dari Abu Hurairah ra, beliau
berkata, “Seseorang datang kepada Rasululah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah,
kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab
‘Ibumu !’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Ibumu !’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian Siapa lagi?’
Nabi SAW menjawab, ‘Kemudian Ayahmu’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no.
2548). Rasulullaah SAW mrmuliakan Ibu dengan 3 tingkatan dibandingkan Ayah.
Bahkan ketika seorang anak
berbakti pada Ibu, maka akan menghapus dosa . Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma
bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata bahwasannya aku meminang
wanita, tapi enggan menikah denganku. Dan dia dipinang orang lain lalu dia
menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku
masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata : Apakah Ibumu masih hidup? Ia
menjawab tidak. Ibnu Abbas berkata :
bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu
kepadaNYa sebisamu. Atho’ bin YAsar berkata : maka aku pergi menanyakan pada
Ibnu Abbas, kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan Ibunya? Maka beliau
berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada
Ibu. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al BAihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan
Syaikh Al Albany menshahihkannya. Lihat As Shohihah 2799)).
Dan satu lagi kemuliaan
seorang Ibu yaitu Do’anya akan dikabulkan oleh Allah SWT. Ada tiga do’a yang
dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a
ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya,(2) do’a musafir-orang yang
sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR.
Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil
Mufrad (no. 24, 372)).
Sehingga ketika seorang Ibu
memahami bagaimana kemuliaan menjadi Ibu, maka tidak ada lagi perasaan bahwa
menjadi Full Mom adalah sesuatu yang sangat membosankan
dan membuat Ibu mempunyai tingkat stress yang tinggi. Untuk menghasilkan
generasi Sholih Sholihah yang bisa menjadi harapan ORANGTUA KELAK di akhirat, maka
Ibu juga harus memahami apa tujuan dari mendidik Anak dalam Islam. Yaitu :
1
- Menjadi ’aabidush shaalihiin (hamba yang shaleh).
Firman
Allah SWT yang artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
[TQS. Adz Dzaariyat: 56]
Makna
“liya’buduun” pada akhir ayat tersebut adalah ketundukan kepada Allah SWT
dalam segala hal. Sehingga Ibu akan berusaha sekuat tenaga untuk mendidik
anaknya dengan tujuan menjadikan mereka sebagai hamba Allah SWT yang taat,
tunduk, dan patuh hanya kepada Allah SWT, jadi mendidik anak tidak hanya agar
mereka berprestasi dalam kehidupan dunia saja.
2.
Menjadi “kholifah fil
ardl” (pemimpin di bumi).
Firman Allah SWT yang artinya : “Dan
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi"…..[TQS. Al Baqarah:
30].
Bagaimana
cara agar bs mendidik anak menjadi hamba Allah yang taat, tunduk, dan patuh
hanya kepada Allah dan Ibu akan untuk menjadi seorang Premimpin sekaliber Dunia? Maka
yang Ibu perlukan adalah mengetahui dan memahami Potensi anak kita. Potensi
setiap anak sebagai hamba Allah adalah :
1. Potensi akal
Allah memberikan akal pada manusia agar bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang
benar
2. Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan yang rangsangannya berasal
dari dalam tubuh, dan wajib untuk dipenuhi. Karena jika tidak akan menimbulkan
kematian. Contoh : makan, minum, istirahat, dll
3. Kebutuhan Naluri
Kebutuhan yang rangsangannya dari luar,
dan tidak harus dipenuhi, karena tidak akan menimbulkan kematian jika tak
terpenuhi.
a. Naluri Tadayyun :
kecenderungan dalam beragama
b. Naluri Nau' :
kecenderungan untuk memberikan kasih sayang, dan melestarikan keturunan
c. Naluri BAqo':
kecenderungan untuk mempertahankan diri, atau menunjukkan eksistensi diri
Dengan memahami potensi anak, maka Ibu akan bisa memenuhi kebutuhannya
sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.contoh : Ibu bs membedakan tangisan anak
karena lapar, haus, takut, ingin diperhatikan, atau karena merasa dirinya tidak
dipedulikan, karena penanganan dari setiap kebutuhannya akan berbeda.
Selain itu Ibu juga harus memahami tahapan usia anak, sehingga
Ibu bisa menyelesaikan permasalahan anak dengan tepat sesuai dengan tahapan
usai anak. Secara biologis, fase pertumbuhan seorang manusia telah digambarkan
oleh Allah di dalam Alquran, yaitu dalam surat Al-Mu’min ayat 67 :
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes
mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai
seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa
(dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada
yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada
ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya.”
Dari penjelasan ayat di atas bahwa proses kejadian individu
mengalami tahapan dan dinamika sejak dalam kandungan hingga lahir. Seorang
individu tumbuh menjadi anak, dewasa, tua. Dan Alquran menegaskan bahwa ada
yang diwafatkan sebelum seorang individu berubah kepada fase perkembangan
selanjutnya. Namun inti dari ayat ini adalah bahwa seorang manusia, pasti
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.
Jika kita membahas Fase pertumbuhan di masa kanak-kanak hingga
baligh, maka Islam telah menetapkan masa kanak-kanak ini menjadi beberapa fase
:
- Masa bayi (0 hingga 2 tahun)
- Masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan fase thufulah)
- Masa Tamyiz (7-10 tahun)
- Masa Amrad (10-15 tahun)
- Masa Taklif (15-18 tahun) --- dewasa
Ini gambaran umumnya. Usia tidak bisa dipatok. Karena sekarang
banyak yang mengalami fase baligh di usia 10-15. Jika diringkas lagi, fase
perkembangan anak itu ada
- Fase pra tamyiz
- Fase tamyiz
- Fase baligh
Ada banyak versi, tapi intinya seperti itu.
Namun, ingat pada setiap fasenya, perlakuan orangtua tidak boleh
sama. Alih-alih anak menjadi generasi pejuang, ketika salah/tidak tepat memberi
perlakuan saat mendidik, anak malah jadi antipati terhadap perjuangan.
Di fase pra tamyiz, misalnya, dimana anak-anak sedang
membutuhkan full perhatian dan kasih sayang, maka tidak tepat jika orangtua mendidik
anak dengan keras dan menekan. Jika ini dilakukan, maka hati anak akan menjauh
dari orangtuanya.
Untuk panduan ini, berdasar nasihat bijak dari Sahabat Ali
-karramahullahu wajhah - : "Perlakukan anakmu dengan penuh kasih sayang di
7 tahun pertama, sebagai prajurit di 7 tahun ke dua, dan perlakukan sebagai
sahabat setelahnya"
Untuk fase-fase mendidik anak di 7 tahun pertama, bisa saya
jelaskan sebagai berikut :
- Biasakan anak, kita talqin kalimah tauhid. Hal ini bisa dilakukan bahkan sejak dalam kandungan. Sehingga anak terbiasa mendengar kalimah thayyibah
- Biasakan menceritakan Allah Rabb mereka.
- Biasakan membacakan, mengisahkan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Kisah akan membuat pikiran mereka berkembang
- Ajarkan Alquran (bukan mengajarkan hurufnya), tapi membiasakan memperdengarkan atau menghafalkan alquran bersama
- Mengenalkan beberapa macam ibadah dan tatacaranya (baru mengenalkan lho ya)
- Terkait point mengenalkan ibadah, di usia 7 tahun pertama (pra tamyiz), orangtua bisa mulai membimbing anak mengerjakan sholat, dimulai ketika anak sudah bisa membedakan tangan kanan dan kiri (HR. Thabrani dari Abdullah bin Habib).
Dan sebelum usia 7 tahun, tidak boleh orang tua memaksakan anak
untuk sholat. Karena perintah sholat baru ditekankan oleh Baginda di usia 7
(usia tamyiz). Jadi sebelum usia ini, targetnya adalah melatih, dan menumbuhkan
kecintaan. Esensi dari shalat untuk apa, dsb harus diulang-ulang di usia pra
tamyiz. Sehingga ketika tamyiz sudah tidak terlalu berat utk melaksanakan sholat.
Dan saat usia baligh, sudah ringan mengerjakannya. Sholat salah satu contoh
saja yang saya gambarkan.
Jadi jangan sampai, mohon maaf, anak usia pra tamyiz, tapi
mereka sudah "diseret-seret" orangtuanya untuk menunaikan ibadah,
padahal belum ada taklif kepadanya. Dan orangtua memarahinya saat si anak tidak
melaksanakan "kewajiban" tersebut. Akhirnya yang terjadi, anak jadi
males, terlebih ortu tidak clear menyampaikan filosofi dsb.
Mohon maaf, saya hanya ingin mencontohkan salah satu kesalahan
dalam perlakuan orangtua tsb kepada anak : Ada anak (perempuan), yang saat usia
baligh menyampaikan begini "ana bosan pake kerudung. Dari balita ana udah
disuruh-suruh menutup aurat sama umi ana. Pingin banget sekali-kali ana buka
kerudungnya ah". Ini kisah nyata.
Masih tentang sholat, baginda Rasulullah saja memberikan tahapan
pengajaran agar anak mencintai sholat:
- Periode Pengkondisian. Melibatkan anak sholat -- pra mumayyiz (batasan : saat anak bisa membedakan tangan kanan dan kiri)
- Periode Pengajaran Sholat. Mengajarkan rukun, kewajiban dalam sholat, apa saja yg membatalkan sholat. Ini usia tamyiz, atau usia 7 tahun awal periode pengajarannya (HR. Abu Dawud dari Sibrah bin Ma'bad)
- Baginda Rasulullah saw, memberi waktu 3 tahun, kita menggembleng anak-anak sampai sholat mereka sempurna. Dimana, jika usia mereka telah menginjak 10 tahun, maka boleh memukulnya jika mereka tidak mau sholat. Tentu ukuran usia ini, bisa jadi berkurang, jika di usia sebelum 10 tahun, anak kita telah baligh.
Bunda…..Kehadiran
kita di dunia untuk menyempurnakan Penghambaan kita kepada Allah SWT. termasuk
saat kita mendidik anak, adalah dalam rangka Taqorrub kepada Allah dan mencetak
mereka menjadi jiwa-jiwa yang sholih dan ummat terbaik.......
Mendidik anak secara ISLAM tentu sulit kita lakukan sendiri, butuh teman dan butuh komunitas yang mempunyai tujuan yang sama yaitu terlahirnya generasi-generasi Qur'ani yang Sukses di Dunia dan membela Agamanya.......
Mendidik anak secara ISLAM tentu sulit kita lakukan sendiri, butuh teman dan butuh komunitas yang mempunyai tujuan yang sama yaitu terlahirnya generasi-generasi Qur'ani yang Sukses di Dunia dan membela Agamanya.......
0 Comments
Posting Komentar