*Islam dan Keberagaman*
Oleh. Al faqirah, Ummu Fillah
“Kehadiran syekh Ibrahim,mantan rektor Universitas al
Azhar Mesir. Di Banyuwangi khususnya dan Indonesia umumnya, akan memperkuat
diskursus islam moderat yang ramah dan toleran dalam menghormati perbedaan dan
keberagaman " ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anis pada senin kemarin
( 1/7/19) (beritajatim.com). Hal ini diungkapkan dalam pertemuan yang
mendatangkan 400 undangan yang meliputi tokoh agama serta ulama yang akan di
gelar di pendopo Banyuwangi.
Didalam islam seorang syaikhul islam(syekh)
mempunyai wewenang dalam pemerintahan dan mengawasi seluruh
aktivitas lembaga administrasi negara di wilayahnya sebagai wakil dari
khalifah, kecuali urusan keuangan, peradilan
dan angkatan bersenjata. Apabila terdapat perkara baru yang tidak ditetapkan
sebelumnya, ia harus melaporkan kepada
khalifah, kemudian baru dilaksanakan berdasarkan perintah khalifah.
Adapun tujuan Syekh
ibrahim ke Indonesia,memperkuat Islam moderat yang ramah dan toleransi dalam
keberagaman agama di Indonesia. Faktanya
Islam moderat, dewasa ini semakin memisahkan hal-hal yg sifatnya mendasar,
yaitu lebih menjaga perasaan yang timbul di permukaan bukan menjaga aqidah
masing-masing agama, suatu contoh kebiasaan umat muslim yg mengucapkan selamat
Natal, merayakan tahun baru masehi dengan perayaan bunyi lonceng, pesta
kembang api, tiup terompet, dimana aqidah
umat islam tergerus dalam adat kebiasaan umat Yahudi, Majusi dan Nashrani dalam
satu malam. Astagfirullahal 'adzim.
Allah berfirman dalam Alqur'an, QS. al-Kafirun ayat
1-4 “Katakanlah (Muhammad) ‘wahai orang
orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku
sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yg kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah agamaku"
Pada hakikatnya manusia pada setiap masa dan tempat
predikatnya tetep manusia. Naluri dan kebutuhan manusia selamanya tidak akan
berubah. Demikian pula hukum-hukum dan pemecahannya pun juga tidak berubah.Yang
berubah hanyalah bentuk kehidupan manusia yang tidak berpengaruh terhadap
pandangannya mengenai kehidupan. Adapun tuntutan kehidupan yang bermunculan
berasal dari Naluri dan kebutuhan jasmani. Syariat secara luas telah mengatasi
dan memecahkan tuntutan-tuntutan yang bermunculan dan berbeda-beda macamnya, bagaimanpun
bentuk dan variasinya, dan bagaimanpun hebatnya tuntutan kehidupan.
Hal seperti inilah yang menjadi salah satu faktor
perkembangan fiqih. Namun, keluasan dalam syariat tidak berarti syariat itu
'fleksibel' sehingga dapat disesuaikan dengan segala sesuatu walaupun
bertentangan dengan syara'. Tidak berarti juga bahwa syari'at itu berubah secara
berangsur angsur,sehingga dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari sinilah Islam sangat menghargai perbedaan,
keberagaman dan pluralitas serta menjunjung tinggi toleransi. Dalam sejarah
kekhilafan, telah diterapkan Islam dalam keberagaman dengan sangat baik tanpa
mengubah hukum syariat yang telah di tetapkan oleh Allah sebagai pembuat hukum
bagi kehidupan.
Jelas sekali disini, Islam telah mampu hidup dalam
keberagaman di bawah kepemimpinan Rasulullah di madinah pada 623 M,yang
kemudian diteruskan dengan kekhalifahan Abu bakar, Umar Bin Khattab, Ustman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib hingga berakhirnya kekhalifahan Turki Ustmani pada
tahun 1924.
Umat Islam saat itu telah menorehkan tinta emas
kejayaannya di dunia, dalam setiap lini kehidupan. Kesejahteraan dalam bidang
ekonomi, keadilan, pendidikan, teknologi, kesehatan, sosial sama-sama dirasakan
tidak hanya oleh umat islam, tetapi juga non muslim. Kesejahteraan yang sama tanpa memandang, warna kulit, ras, dan bangsa
diseluruh belahan bumi.
Maha Benar Allah, dalam
TQS. Al maidah ayat 48 Allah berfirman, “Dan
Kami telah menurunkan kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa
kebenaran, yang membenarkan kitab kitab yang diturunkan sebelumnya dan
menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah
dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat diantara kamu, kami berikan
aturan dan jalan terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap karunia yg
telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua
kembali, lalu diberitahukan -Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu
perselisihkan.”
Allahu a'lam bish showab.
*sumber Beyond The inspiration, ust Felix Y Siauw
0 Comments
Posting Komentar