Oleh
: Siti Imroatul Husna, S. TrP.
(Aktivis
Muslimah)
Awal
tahun ramai kita saksikan berita musibah yang melanda saudara-daudara kita di
jakarta. Hujan yang melanda DKI Jakarta dan sekitarnya sejak malam pergantian
tahun hingga Rabu pagi, 1 Januari 2020, membuat tinggi permukaan pintu air di
Jakarta meningkat.
Banjir melanda sejumlah titik di jakarta dan sekitarnya
setelah hujan sepanjang malam, banjir rendam sejumlah wilayah seperti cipinang,
melayu, kelapa gading, pinang ranti, dan grorol. (Tempo.co)
Dampaknya banjir yang menghadang
wilayah jabodetabek, dipastikan banyak membuat kerugian seperti terhambatnya
aktivitas ekonomi secara jakarta menjadi pusat bisnis indonesia, banjir juga
banyak menenggelamkan rumah warga, sejumlahdokumen penting hingga alat transportasi.
Sejumlah Warga juga menjadi korban banjir dari luka-luka akibat benturan hingga
korban meninggal akibat dihadang banjir.
Banjir di awal 2020 kemarin, mau tak mau tak bisa dilepaskan
dengan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru yang semakin hari semakin
digerus oleh para pengembang. Pemprov DKI menunjukkan sebuah peta bahwa saat
ini 90 persen lahan di DKI Jakarta sudah dibeton. Pada 2004 hingga 2006, Agung
Podomoro Grup secara agresif membangun 12 apartemen di kawasan barat, pusat,
selatan dan utara Jakarta. Saat ini total apartemen di Jakarta mencapai sekitar
234 apartemen yang tentunya secara masif pula menyedot air tanah dan berperan
mempercepat penurunan tanah (land subsidence). https://tirto.id/eq85
Jika kita melihat bencana banjir
yang melanda jakarta faktor pemicunya yaitu Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru yang semakin hari
semakin digerus oleh para pengembang mereka mendulang keuntungan dengan tidak memperdulikan
dampak lingkungan. Mereka mendirikan infrastruktur, fasilitas umum, perumahan, hutan
beton, dll dengan latar belakang investasi besar.Apakah semudah itu mereka
mewujudkan keinginannya? Tidak, Tentu mereka terikat dengan aturan yang telah
ada yaitu Pergub Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sumur Resapan dan Kepgub Nomor 279
Tahun 2018 tentang Tim Pengawasan Terpadu Penyediaan Sumur Resapan dan
Instalasi Pengolahan Air Limbah Serta Pemanfaatan Air Tanah di Bangunan Gedung
dan Perumahan, dan juga sejumlah aturan lain.Namun, kita harus melihat bagaimana
aturan yang ada malah membuat semakin banyak pengembang yang hanya meraup
keuntungan.Sehingga kita bertanya, Dimana peran Pemerintah dalam hal ini? Pemerintah sendiri malah seolah
“memfasilitasi” para pelaku pelanggaran tersebut. Misal, hanya demi menggenjot
investasi, Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau
Badan Pertanahan Nasional (BPN) berencana menghapuskan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan juga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) (Okezone.com, 8/11/2019).
Inilah
praktik korporatokrasi yakni negara kehilangan kewenangan peraturan dalam
ekonomi dan pelayanan publik oleh karena lembaga bisnis yang berperan besar
pada kebijakan.
Kita lihat, kebijakan pembangunan yang diadopsi oleh negara,
dan disetir oleh pengusahayang memang sama sekali tak lagi berparadigma
penyelamatan semesta alam,Menjadikan negara tak punya andil dalam tata wilayah,
apalagi pembangunan fisik yang jor-joran yang seharusnya memperhitungkan
keseimbangan ekosistemdan tidak abai terhadap aspek analisis dampak lingkungan
tak lagi dihiraukan.Inilah hasilkorporatokrasi,negara cenderung menjadi sumber
kezaliman dan kerusakan masyarakat
dihantui bencana.
Allah, telah
menunjukkan kekuasaan-Nya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena
perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)” (QS Ar Ruum:41).
Tak dipungkiri bahwa musabab bencana
yang terjadi di negeri ini memang terkait dengan perbuatan manusia. Baik akibat
perilaku yang sifatnya individual, komunal, maupun akibat kebijakan yang
diterapkan oleh penguasayang tidak berhukum dengan hukum Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْلَمْيَحْكُمْبِمَاأَنْزَلَاللَّهُفَأُولَئِكَهُمُالظَّالِمُونَ
Siapa saja
yang tidak memerintah/berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan, mereka
adalah para pelaku kezaliman (TQS al-Maidah [5]: 5).
Karena itu pula pelaku kezaliman
harus bertobat dan harus dibuktikan dengan kesediaan mereka untuk mengambil
sistem islam dan menerapkannya dalam semua aspek kehidupan (pemerintahan,
politik, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial, dsb). Dengan begitu solusi jitu
pun pasti dihasilkan, karena konsep solusi berakar dari Sang Maha Pemberi
Solusi. Allah telah menyediakan keseimbangan
di alam. Apa saja aturan Allah yang yang jika diterapkan tentu saja akan sangat
berdampak pada penyelesaikan berbagai persoalan, termasuk banjir.
0 Comments
Posting Komentar