Sahabat Sejati itu Adalah Suami Istri



[Keluarga Sakinah]

Sahabat Sejati itu Adalah Suami Istri

Oleh : Faiqotul Himmah*)

Pagi itu menjadi hari yang naas bagi Ami (34). Seumur hidupnya, ia pasti tak pernah membayangkan akan tewas di tangan suaminya sendiri. Warga Jl. Cokroaminoto Gang 6, Jember itu ditusuk dengan pisau dapur oleh Iwan Bahtiar (35). Laki-laki yang telah mengarungi hidup bersama bertahun-tahun. Diduga, Iwan tega menusuk Ami karena istriya itu kerap marah-marah tersebab ekonomi rumah tangga yang guncang pasca di-PHK. Mirisnya lagi, mereka memiliki satu anak balita.

Lain dengan Ami, seorang istri berinisal LS (24) sedang ‘diburu’ oleh suaminya. LS terancam mendekam di bui karena suaminya AG (33) warga Gumukmas, Jember, melaporkannya ke polisi karena telah melakukan perselingkuhan dan perzinahan. Ya, sebagaimana diberitakan oleh media lokal dan nasional, masyarakat Gumukmas sempat dibuat geger dengan beredarnya video mesum seorang perempuan dengan selingkuhannya.

Dua kenyataan tersebut sangat jauh dari apa yang digambarkan Islam sebagai kehidupan suami istri. Dalam Islam, suami istri adalah sepasang sahabat sejati. Istri adalah sahabat suami. Begitu pula suami, merupakan sahabat istri dalam segala hal. Persahabatan yang dapat memberikan ketentraman dan kedamaian satu sama lain. Sebab Allah telah menjadikan pernikahan itu sebagai tempat yang penuh kedamaian bagi suami istri.

Allah SWT berfirman, “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kedapanya.” (QS. Al-A’raf : 189)

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsrinya. Yang dimaksud dengan liyaskuna ilayha adalah agar suami merasa cenderung dan tentram kepadanya, seperti pengertian yang terkandung dalam firman Allah Quran surat Ar-Rum ayat 21.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia mencptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian merasa cenderung dan tentram kepadanya, dan dijadikannya di antara kalian rasa kasih dan sayang.”

Sungguh, tiada kecenderungan dua jiwa manusia yang melebihi kecenderungan suami terhadap istrinya atau istri terhadap suaminya. mereka saling menyayangi, bukan saling menjauhi. Bukan bersaing, bukan saling menyebarkan aib satu sama lain atau bahkan saling mencela seperti sering kita jumpai saat ini. Apatah laki sampai mengkhiantai suami dengan perselingkuhan atau suami membunuh istrinya! Sungguh ini bukanlah kehidupan suami istri yang dituntunkan Islam.

Supaya ketentraman dan kedaiaman dalam rumah tangga itu bisa terwujud, Islam tak membiarkan suami istri menjalani kehidupan rumah tangga begitu saja sesuka hati. Namun, Islam memberikan tuntunan lengkap bersumber dari Dzat Yang Maha Mencipta.

Sesungguhnya suami maupun istri adalah sama-sama hamba Allah SWT. Tak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi satu sama lain. Kedudukan mereka dihadapan Allah dinilai bukan dari statusnya sebagai suami atau istri, melainkan dari seberapa taat mereka terhadap syariah yang Allah turunkan. Kehidupan pernikahan pun tak lepas dari syariah-Nya.

Dalam Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 19 Allah berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut (ma’ruf).”

Suami wajib bertutur sapa dengan baik terhadap istri, dan berlaku dengan baik dalam semua perbuatan dan penampilan dalam batas yang sesuai dengan kemampuan suami. Sebagaimana suami pun menyukai hal tersebut dari para istri, maka suami diperintahkan melakukan hal yang semisal terhadap istri mereka. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf (Al-Baqarah: 228)

Ibnu ‘Abbas pernah menuturkan, “Sungguh, aku suka berhias untuk istriku, sebagaimana ia berhias untukku. Aku pun suka meminta agar ia memenuhi hakku yang wajib ia tunaikan untukku, dan ia pun juga minta dipenuhi haknya yang wajib aku tunaikan untuknya.”

Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik perlakuan kalian kepada istrinya, sedangkan aku adalah orang yang paling baik kepada istriku di antara kalian.”

Tersebutlah bahwa termasuk akhlak Nabi Saw. dalam mempergauli istri ialah beliau orang yang sangat baik dalam bergaul, selalu gembira, sering bermain dengan istrinya. Bersikap lemah lembut kepada mereka, memberi mereka kelapangan dalam nafkah serta gemar bersenda gurau. Hingga pernah beliau berlomba lari dengan Siti Aisyah Ummul Mukminin r.a. sambil bercengkerama dan berkasih mesra dengannya.

Siti Aisyah r.a. mengatakan adakalanya Rasulullah menang atas diriku dan adakalanya aku yang menang. demikian itu terjadi sebelum aku bertubuh gemuk. Setelah aku bertubuh gemuk dan mendahuluinya. maka beliau menyusulku seraya mengatakan : 'Kali ini sebagai balasan dari kekalahan yang tadi".

Rasulullah Saw. selalu mengumpulkan semua istrinya setiap malam di dalam satu rumah yang merupakan malam giliran beliau. lalu adakalanya beliau makan malam bersama-sama mereka. Setelah itu masing-masing istri kembali ke tempatnya sendiri-sendiri (kecuali yang digilir oleh beliau Saw.).

Nabi Saw. bila telah melakukan salat Isya dan masuk ke dalam rumahnya, terlebih dahulu begadang sebentar bersama keluarganya sebelum tidur; hal itu beliau lakukan untuk mengakrabkan diri dengan mereka.

Akan tetapi, bukan hanya suami yang wajib bergaul dengan istrinya secara ma’ruf. Istri pun wajib bergaul dengan suami secara ma’ruf. Karena kata ‘aasyara bermakna saling. Bahkan Allah telah memerintahkan istri untuk taat dan berusaha mencari keridloan suaminya.

Ketaatan istri kepada suaminya merupakan hak, bagian dari hak kalimat laa ilaaha illallah Muhammad rasulullah. Tidak ada kebahagiaan, ketentraman dan keberkahan dalam perkawinan yang di dalamnya istri tidak taat pada suaminya. dalam hal ini Rasulullah saw bersabda, “Seorang perempuan tidak akan merasakan kelezatan iman hingga ia menunaikan hak suaminya.”

Allah SWT telah mengkaitkan ketaatan seorang istri pada suaminya dengan penghambaannya kepada Allah SWT. Allah SWT menutup pintu-pintu langit terhadap sholat, puasa, doa dan bacaan tasbih seorang perempuan yang tidak taat pada suaminya. Di saat yang sama, Allah SWT juga menentramkan hati perempuan yang taat pada suaminya dengan menyiapkan baginya surga. 

Dari Anas bin Malik r.a, dari Nabi Saw beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang perempuan kalian di Surga?” kami katakan: “Benar ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Setiap perempuan yang penyayang dan subur, jika ia dibuat marah atau diperlakukan buruk, atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “ini kedua tanganku ada di tanganmu aku tidak akan bisa memejamkan mata hingga engkau ridha.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu seorang istri wajib berlemah-lembut terhadap suami, tidak bermuka masam di hadapan suami, tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan suami, selalu berusaha membuat hati suami tenang dan tentram. Jika hendak menyampaikan persoalan rumah tangga hendaknya dalam kondisi dan cara yang tepat. Begitu pula ketika istri hendak meluruskan kesalahan atau kekurangan suami. 

Begitulah kehidupan suami istri dalam Islam. Sangat jauh dari gambaran kehidupan suami istri saat ini. Di mana bukan ketaatan kepada Allah sebagai asas, melainkan materi dan kesenangan duniawi. Inilah akibat Islam tidak lagi diterapkan secara sempurna. Digantikan oleh sekulerisme-kapitalisme dalam mengatur kehidupan manusia.

Wallahu a’lam bish-showab.[]

*)pemred Info Muslimah Jember

=========================================
Sumber Foto : Penuju Surga

3 komentar

  1. Masyaa Allaah, begitu sempurnanya akhlak tuntunan kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam thd istri2 beliau, begitu juga sebaliknya.
    Sbg reminder jg utk kami para istri. Thank u mbaa

    BalasHapus
  2. Bener mba.. itulah syariah yg dibawa Rasulullah. Jelas bahwa Islam tidak mendiskriminasi wanita karena ada kewajiban bagi wanita untuk taat pada suaminya. Karena suami pun wajib memperlakukan istrinya secara ma'ruf.

    BalasHapus
  3. Karena suami istri itu bukan hubungan antara Pegawai Dan majikan. Tetapi sebagai Teman Hidup, Sahabat, tempat berbagi Suka Dan Duka, partner Hidup utk mencapai tujuan. Sehingga bs saling memberi Dan menerima, saling mengisi kekosongan. Dan ini hanya akan terwujud jika masing2 memahami hak dan kewajibannya. Dan semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Kelak di akhirat.

    BalasHapus


EmoticonEmoticon