Stop Tradisi Yang Tak Syar’i

 



Oleh: R. Raraswati

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

  

Beredarnya video qoriah disawer sejumlah lelaki saat sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam sebuah acara peringatan Maulid Nabi di Pandeglang, Banten, menguak fakta yang tak sesuai ajaran Islam. Bahkan, ada laki-laki yang menyelipkan uang di kerudung sang qoriah menuai kecaman. Kali ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut bersuara. Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis menyatakan aksi tersebut termasuk haram dan melanggar nilai kesopanan. (news.detik.com, 05/01/23).

 

Mirisnya, sawer terhadap pembaca Al-Qur’an sudah menjadi tradisi di tempat tertentu. Seperti unggahan video disebuah akun Twitter yang memperlihatkan seorang qoriah dan seorang qori laki-laki yang disawer ketika membaca Al-Qur’an. Qori tersebut hanya bisa menghela napas ketika ada pria menyelipkan beberapa lembar uang ke pecinya. Tampak sang qori tidak nyaman, terlebih jemaah lain justru bersorak melihat adegan saweran tersebut. (suara.com, 06/01/23)

 

Jelas, kejadian ini mengundang kehebohan di masyarakat. Sejumlah masyarakat dan tokoh agama dari berbagai lembaga pun mengecamnya. Meski berdalih mengapresiasi, perbuatan nyawer seperti itu, sejatinya termasuk tindakan tidak terpuji.  Ini termasuk pelecehan, menghargai diri seseorang dengan uang recehan, dan merusak kesakralan pembacaan Al-Qur’an. 

 

Sawer bagi Qori/Qoriah Lumrah Pada Sistem "Bubrah"

Sampai sekarang, saweran seakan menjadi tradisi di sistem “bubrah”. Bukan hanya pada panggung musik dangdut dan campursari, aksi ini dilakukan saat qori/qoriah mengaji ternyata sering terjadi. Berawal dari pengakuan Ustazah Nadia Hawasyi yang tidak nyaman ketika disawer saat mengaji, terkuak kenyataan serupa telah sering terjadi pada qori lain.

 

Aksi ini cermin kerusakan akhlak umat Islam yang nyata di sistem negara +62. Kemaksiatan diperlihatkan di depan mata, namun masyarakat setempat mendiamkan bahkan menjadikannya tradisi yang dibudayakan. Miris, mengiris hati.

 

Tradisi salah kaprah semacam ini bisa terjadi karena beberapa faktor:

Pertama, minimnya keimanan dan takwa serta merosotnya akhlak para pelaku sawer. Individu tanpa pembinaan kepribadian, cenderung tidak memiliki rasa malu saat berubuat maksiat. Bahkan tidak mempunyai rasa takut pada Allah SWT karena tak menganggap itu perbuatan dosa. Ia hanya mengejar kesenangan dan kebanggaan. 

 

Selain itu, sawer bagi qori/qoriah menunjukkan jauhnya dari pemahaman agama Islam. Seharusnya sebagai muslim memahami bahwa amal baik itu berdasarkan niat ikhlas dan cara baik sesuai syariat. Meski berdalih mengapresiasi, menghargai, menghadiahi kepada qariah, namun jika caranya salah, justru menjadi perbuatan tercela.

 

Kedua, disfungsi keluarga sebagai tempat pendidikan utama, sehingga melahirkan individu niradab. Kemungkinan orang tua yang kurang maksimal mendidik dan membersamai anak dalam suasana iman dan takwa menghasilkan sosok yang tak tahu adab. 

 

Ketiga, abainya masyarakat terhadap kewajiban amar makruf nahi mungkar. Hal ini terlihat dari aksi sawer bagi qoriah yang seolah dibiarkan terjadi, padahal terdapat tokoh agama yang hadir. Terkesan tidak peduli dengan kemaksiatan di depan mata mereka. Ini menunjukkan ketakutan para tokoh dalam beramar makruf nahi mungkar. Padahal Allah SWT dan Rasulullah memerintahkan, jika melihat kezaliman atau kemungkaran, wajib berusaha mencegahnya menggunakan tangan, lisan, dan hati (yaitu mengingkari, berdoa).

 

Keempat, sistem hidup sekularisme liberal yang diterapkan negara. Walaupun penduduk mayoritas Muslim, namun negeri ini jauh dari hukum Islam dan justru memilih hukum buatan manusia sendiri.  Akibatnya, masyarakat jauh dari agama dan cenderung mengikuti hawa nafsu belaka.

 

Dalam sistem hidup "bubrah", aksi sawer terhadap qori/qoriah seolah lumrah. Begitu pula jenis kemaksiatan atau kemungkaran lain kian merajalela.

 

Itulah penyebab sawer yang dianggap lumrah di sistem “bubrah”. Penyebabnya kompleks dan berujung pada tidak diterapkannya aturan Allah, baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Benarlah firman Allah jika Islam tidak diterapkan, maka manusia dan negara akan jauh dari rahmat-Nya.

 

Dampak Tradisi Yang Tak Syari’

Sawer untuk qoriah bisa berdampak buruk terhadap marwah Islam, khususnya pada Al-Qur'an yang tengah dibaca serta sosok Muslimah sebagai pembacanya. Dampak yang mungkin terjadi antara lain: 

Pertama, mengurangi bahkan menghapus kesakralan pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an. Suasana sakral, khusyuk dan religius dalam aktivitas ibadah hilang berganti dengan sorak riuh, tak ubahnya panggung musik dangdut. 

 

Kedua, pelecehan terhadap Al-Qur'an yang demi menjaga kemuliaannya, Islam menggariskan bagi pembacanya untuk membaca secara tartil. Demikian pula bagi pendengarnya, agar menyimak dengan khusyuk dan hikmat. Aksi sawer jelas menyalahi adab-adab memuliakan tersebut. 

 

Ketiga, membangun persepsi buruk tentang sosok qori/qoriah di kalangan masyarakat. Para qori/qoriah seolah tidak berbeda dengan penyanyi yang biasa menerima saweran. Terkesan materialistik, menjual agama demi lembaran rupiah. Marwah mereka sebagai penjaga Al-Qur'an seolah lenyap dan rendah.

 

Keempat, tidak terjaganya marwah Islam. Secara umum agama Islam tidak lagi dihormati. Masyarakat terjebak pada acara seremonial saja tanpa makna. Agama Islam justru dirusak dalam acara keagamaan. Mirisnya lagi, yang pelakunya justru dari umat Islam sendiri.

 

Maka, jika tradisi sawer terhadap qori/qoriah dibiarkan terus terjadi bahkan dianggap sebagai tradisi, dimungkinkan akan menurunkan marwah agama Islam secara umum, Al-Qur'an, qori/qoriah, dan kaum Muslimah. Maka kecaman MUI pusat dan koordinasi dengan MUI daerah untuk melakukan pembinaan, serta meminta klarifikasi atas aksi tersebut, layak mendapat apresiasi.

 

Hukuman Atas Kemaksiatan

Untuk menumbuhkan efek jera bagi pelaku kemaksiatan dan masyarakat, penyawer qori/qoriah hendaknya mendapat hukuman dengan tuduhan penistaan terhadap agama. Atau setidaknya meminta pelaku untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada sang qori/qoriah, MUI, dan umat Islam pada umumnya.

 

Penghargaan Kepada Qori/Qoriah Tanpa Merendahkan Marwah

Aksi sawer terhadap qori/qoriah, bisa jadi niat baik penyawernya sebagai respon terhadap indahnya bacaan Al-Qur'an yang didengar. Di suatu daerah mungkin itu hal biasa, namun tetap saja tindakan tersebut tidak sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an yang mensyariatkan untuk mendengar bacaannya secara seksama dan penuh khusyuk. 

 

Dengan demikian, hendaknya masyarakat memperhatikan cara pemberian penghargaan kepada qori/qoriah tanpa merendahkan marwahnya:  

Pertama, sebaik-baik penghargaan kepada pembaca Al-Qur'an adalah mendengarkannya dengan khusyuk dan hikmat. Memperhatikan pembacaan Al-Qur'an merupakan hal penting, sebagaimana firman Allah SWT. QS. Al A'raf: 204,  yang jika dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. Selain itu, mendengarkan Al-Qur'an dengan khusyuk akan menambah keimanan. 

 

Kedua, merespons ayat Al-Qur’an yang telah dibaca dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang baik semisal menyebut asma Allah. Bahkan jika ada pembacaan ayat sajdah disunnahkan untuk sujud tilawah dengan harapan akan lebih mengingatkan manusia pada Allah SWT, sebagai Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan. 

 

Ketiga, memberikan penghargaan kepada qori/qoriah usai pembacaan Al-Qur'an. Sejatinya, memberikan apresiasi dalam bentuk apapun karena kekaguman terhadap lantunan ayat suci Al-Quran yang dibacakan qori/qoriah boleh saja. Namun lebih baik diperhatikan waktu pemberian, agar tidak mengurangi kekhidmatan pembacanya dan tidak mengganggu orang yang mendengarkannya. 

 

Keempat, penghargaan tidak diberikan karena maksud pamer. Sebaiknya diberikan karena ikhlas, semata mencari ridha Allah dan sebagai bentuk apresiasi terhadap orang yang menjaga Al-Qur’an.

 

Kelima, memberikan apresiasi kepada qori/qoriah dengan cara sopan (sesuai syariat). Jangan terkesan sembarangan bahkan menjurus ke haram karena berinteraksi fisik dengan yang bukan mahramnya. 

 

Keenam, jika terjadi aksi sawer terhadap qori/qoriah, hendaknya panitia acara segera menghentikannya karena tindakan tersebut termasuk melecehkan Al-Qur'an.

 

Demikian beberapa cara untuk memberikan penghargaan kepada qori/qoriah tanpa merendahkan marwahnya. Mereka patut dihargai dan dijaga kemuliaannya sebagaimana upaya mereka memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai syiar Islam dan sarana hidayah bagi manusia. Semoga dengan kejadian ini, tidak ada lagi tradisi yang tidak sesuai syariat Islam.

Allahu a’lam bish showab.

 


0 Comments

Posting Komentar