Valentine Day : Mencari Makna Cinta Sejati!

 


Oleh. Helmiyatul Hidayati, S. Ilkom.

(Blogger Profesional, Freelance)

 

Bulan Februari dinobatkan sebagai bulan kasih sayang oleh dunia, karena pada pertengahan Februari, tepatnya tanggal 14 Februari dirayakan sebagai hari Valentine atau hari berkasih sayang. Perayaan hari Valentine ini biasanya dilakukan oleh para pemuda dan pemudi dengan memberikan coklat, bunga, puisi cinta kepada pasangannya. Kadang pula dijadikan moment untuk ‘menembak’ seseorang agar menjadi kekasih, atau dijadikan hari spesial untuk melamar pasangannya.

 

Hari yang dianggap penuh cinta dan kehangatan ini berbanding terbalik dengan sejarahnya. Berbagai referensi menyebutkan sejarah Valentine sama sekali jauh dari gambaran indah yang manis dan romantis. Bahkan disebutkan penuh darah dan duka.

 

Pada abad ke-3, pendeta Santo Valentino dihukum pancung oleh Kaisar Claudius karena melanggar perintah berani menikahkan pemuda-pemudi. Pada masa itu Kaisar mengeluarkan kebijakan larangan menikah karena dia membutuhkan prajurit. Nama pendeta inilah yang kemudian diyakini sebagai asal-muasal hari Valentine dan tanggal 14 Februari adalah hari dimana dia dieksekusi.

 

Referensi lain menyebutkan bahwa asal mula Valentine adalah dari perayaan Lupercalia di Romawi Kuno. Pada perayaan ini para pria mengurbankan kambing dan anjing, kemudian berlari telanjang ke bukit Palatine. Perayaan ini penuh kekerasan dan perjodohan paksa, karena setelah itu mereka mencambuki para wanita. Cambukan ini diyakini memberikan berkah kesuburan bagi wanita.

 

Lupercalia sendiri adalah dewa dalam aliran pagan yang berkembang pada masa itu. Dia diyakini memiliki kepala dan kaki yang berbentuk kambing. Ia diyakini pula menikah dengan Dewi Aphrodite dan memiliki anak yang bernama dewa Cupid (Eros). Cupid ini sangat terkenal di kalangan para pemuda dan pemudi masa kini, karena dianggap dewa cinta, dengan anggapan bahwa siapa yang terkena panah cupid akan jatuh cinta. Padahal sebenarnya Cupid melakukan perbuatan keji dengan mengawini ibunya sendiri.

 

Dari berbagai referensi asal muasal hari Valentine, sangat jelas bahwa hal tersebut tidak memiliki kaitan dengan Islam. Maka pemuda dan pemudi Islam harus memahami bahwa haram ikut merayakan hari Valentine. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”

 

Namun, sungguh disayangkan, hari yang katanya digunakan untuk merayakan cinta, kehangatan dan kasih sayang ini justru dipenuhi dengan kemaksiyatan. Menjelang Valentine, selain coklat, penjualan kondom juga meningkat. Pihak berwenang seperti kepolisian biasanya juga selalu membuahkan “hasil” ketika melakukan razia di hotel-hotel, menemukan banyak pasangan bukan suami istri yang menginap dan melakukan perbuatan terlarang. Selain itu, banyak pesta Valentine yang penuh dengan kemaksiatan dengan dalih bersenang-senang juga dilakukan di berbagai tempat.

 

Menurut penulis, tidak heran bila mengatakan bahwa Valentine adalah salah satu propaganda untuk menjauhkan pemuda dan pemudi Islam dari agamanya. Valentine merupakan salah satu gaya hidup yang dibawa barat yang berbasis sekuler, kebebasan dan konsumerisme.

 

Paling tidak, ada 3 (tiga) alasan kenapa menjadi target arus gaya hidup barat ini; Pertama, serangan gaya hidup dan eksploitasi sumber daya ekonomi. Semakin pemuda terjerat dalam gaya hidup barat, maka ia akan makin konsumtif, bahkan konsumerisme kerap menjadi tolak ukur kesuksesan. Akhirnya banyak pemuda melakukan berbagai cara demi memenuhi kebutuhan konsumtifnya. Tanpa disadari, hal ini sebenarnya memaksimalkan penjualan produk-produk yang diproduksi oleh kapitalis dan mendatangkan profit bagi mereka (muslimahnews.net).

 

Kedua, Pemuda dianggap sebagai aset industri atau tenaga kerja. Tidak dipungkiri untuk dapat memenuhi gaya hidup, dibutuhkan daya beli. Karena itu para pemuda butuh pekerjaan, jenis profesi pada zaman sekarang juga dianggap bisa menunjukkan indikator keberhasilan. Mereka tidak sadar bahwa dalam kapitalisme, tenaga kerja adalah input produksi, maka berlaku hukum biaya terkecil.

 

Ketiga, pemuda menjadi sabuk penguat industrialisasi. Masyarakat dibujuk membeli barang yang sesungguhnya tidak mereka butuh. Artinya hanya membeli karena keinginan atau memenuhi kepuasan batin. Kita bisa melihat contohnya pada penggemar K-Pop yang biasanya mati-matian demi membeli album atau pernak-pernik idolanya, padahal sebenarnya alat-alat itu bukan merupakan kebutuhan hidup mereka.

 

Perayaan cinta besar-besaran dan sangat masif digencarkan oleh berbagai media ini sayangnya tidak dibarengi dengan pahamnya mereka akan makna cinta sejati. Pada kenyataannya banyak cinta antara pemuda-pemudi yang tidak berakhir bahagia. Mereka menganggap menemukan cinta sejati, aslinya itu hanya fana semata.

 

Islam telah menjelaskan makna cinta sejati. Hal ini ditulis oleh Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani dalam kitabnya Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah, bahwa cinta sejati adalah cinta karena Allah, yakni mencintai seseorang karena keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT.

 

Jika melihat fenomena sekarang, maka banyak sekali kondisi yang jauh dari makna cinta sejati. Misalnya pacaran sebelum menikah, bagaimana bisa dikatakan cinta sejati, jika jalan menemukan jodoh dilakukan dengan kemaksiyatan dan melanggar perintah Allah. Belum lagi dalam banyak kasus pacaran yang buruk berakhir dengan zina dan hamil di luar nikah, pembunuhan oleh pasangan karena tidak mau bertanggung jawab dsb.

 

Ada juga yang telah menikah, namun berselingkuh di belakang pasangan hingga berakhir pada perceraian. Bagaimana bisa dikatakan cinta sejati, jika mengisi rumah tangga dengan kemaksiyatan. Belum lagi dalam banyak kasus, banyak orang tua yang menelantarkan anak hingga kepala keluarga yang lepas tanggung jawab, jangankan memberi nafkah, memberik kabar saja tidak.

 

Bagaimana pula bisa dikatakan cinta sejati terhadap kondisi pernikahan antara pria dan wanita yang berbeda agama atau penikahan sesama jenis?? Ini bukan penyatuan cinta sejati namun kesepakatan bersama menantang Allah karena nyata melakukan apa yang dilarang oleh Allah.

 

Bilapun dalam kondisi-kondisi tersebut mereka tetap menemukan kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan, maka sesungguhnya itu semu semata. Karena kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban. Dan di hari itu orang yang saling mencintai di dunia bukan karena ketaatan dan keimanan kepada Allah akan saling memusuhi dan menyalahkan karena takutnya mereka akan adzab Allah di akhirat.

 

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa (QS. Az Zukhruf: 67).Syaikh Abdurrahman As- Sa’diy menafsirkan, “Karena persahabatan dan kecintaan mereka di dunia bukan karena Allah, maka berubah menjadi permusuhan di hari kiamat.”

 

Karena itu penting sebagai pemuda yang sedang mencari cinta sejati untuk selalu berada di jalan Allah mulai dari ikhtiar mencari pasangan hingga menjalani kehidupan berumah tangga. Islam menjadi sandaran utama, bukan sekadar menurutkan nafsu belaka.

 

Walalhu a’lam bis shawab..

0 Comments

Posting Komentar