Penulis: R. Raraswati
(Aktivis Muslimah Peduli GenerasiI)
Berawal dari keberanian seorang korban yang mengaku kepada orang tuanya, muncullah pengakuan anak lainnya hingga terungkap kasus pencabulan dengan dugaan pelaku merupakan oknum guru ngaji, Batang-Jawa Tengah (cnnindonesia.com,9/1/2023). Tentu ini menambah daftar predator anak di Indonesia.
Di tempat lain, seorang dosen berinisial FBS telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual kepada anak laki-laki usia 13 tahun. Kasus dugaan pelecehan seksual terjadi di dalam toilet, keberangkatan domestik, Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada hari Rabu (4/1), (cnnindonesia, 10/1/2023). Miris, pelaku seringkali orang terdekat korban dan dari kalangan intelektual.
Dua kasus di atas hanya sebagian yang terkuak. Kemungkinan masih banyak lagi peristiwa serupa yang masih belum terungkap. Semakin maraknya kasus pelecehan seksual ini mengharuskan masyarakat lebih waspada terhadap siapa saja termasuk orang terdekat bahkan kaum intelektual. Tidak terkecuali guru sekolah, guru ngaji, dosen atau apapun itu memungkinkan sebagai pelaku. Pasalnya mereka juga manusia yang memiliki naluri nau’ (kasih sayang dan mencintai). Namun, jika naluri ini bisa dikendalikan dengan benar sesuai syariat Islam, tentu tidak akan terjadi penyimpangan.
Kurangnya Akidah
Paham dan pintar saja tidak cukup membuat seseorang tergelincir pada dosa pelecehan seksual, jika tidak ada akidah yang benar. Ruh (kesadaran akan hubungannya dengan Allah) yang tidak tertanam kuat menimbulkan hilangnya rasa takut kepada Sang Maha Melihat. Pelaku tidak merasa diawasi Allah, sehingga bebas melakukan perbuatan niradab.
Akidah atau keimanan sendiri tidak terlepas dari penerapan sistem kehidupan sekuler liberal. Pada sistem ini, memungkinkan keimanan seseorang mudah pudar. Agama (Islam) tidak dijadikan pedoman hidup. hasilnya, para pelaku kejahatan tidak merasa takut dengan hisab dan sanksi yang berat.
Selain itu, teknologi bagaikan pisau bermata dua yang berfungsi untuk kebaikan dan kejahatan. Sebagai contoh, kemudahan-kemudahan informasi melalui smart phone juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat. Sekarang, banyak transaksi yang dilakukan hanya dengan HP. Penyebaran ilmu pengetahuan juga begitu cepat dan mudah lewat HP. Pun demikian, maraknya kasus cyber crime, perundungan, prostitusi online hingga tontonan porno yang merangsang syahwat buruk pelaku.
Kehidupan serba bebas seolah tanpa batas menjadikan peran negara sebagai pengontrol informasi kian melemah. Belum lagi meningkatnya produksi film berbau liberal yang mengajarkan seks bebas, perilaku maksiat seperti pacaran, zina, dll. Ditambah lagi pikiran kapitalistik yang membuat pengusaha memanfaat keadaan untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin. Kondisi ini menjadikan negara seolah lebih condong memihak para pengusaha (khususnya produsen film) tersebut meski harus mengorbankan rakyatnya.
Sistem sanksi di Indonesia yang tidak tegas turut andil penyebab meningkatnya kasus serupa. Tidak ada efek jera bagi pelaku dan munculnya sikap meremehkan bagi orang lain yang berpotensi meniru pelaku. Memang, negara telah memiliki payung hukum dalam upaya melindungi anak dari kejahatan seksual. Namun, undang-undang tersebut terlihat tidak ada pengaruhnya terhadap pelaku predator anak. Hukumannya belum memberikan efek jera bagi pelaku, meski sampai ada ancaman kebiri bahkan mati. Kenapa demikian? Karena semua hukuman tersebut tidak bisa dilaksanakan sebagai akibat dibenturkan dengan HAM.
Langkah Strategis Hentikan Predator Anak
Islam mengatur semua lini kehidupan manusia. Oleh karena itu, pencegahan adanya predator anak yang bisa dilakukan adalah menerapkan sistem Islam secara kafah (menyeluruh). Sedangkan tindakan penanganan bagi pelakunya harus melalui sistem sanksi Islam. Secara rinci, berikut langkah strategis untuk menghentikan predator anak:
Pertama, negara harus menerapkan sistem sosial dan pergaulan sesuai hukum syarak. Untuk menjaga pergaulan di lingkungan wajib mengikuti syariat Islam. Diantaranya adalah menutup aurat secara syar’i, larangan berkhalwat (berduaan dengan nonmahram) dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), larangan berzina, dilarang tabaruz dan lain sebagainya.
Kedua, bentuk lembaga khusus untuk mengontrol media dan informasi dengan menyaring setiap konten yang akan tayang. Konten yang melanggar syariat Islam seperti pornografi, film berbau sekuler liberal, tayangan menyeru kemaksiatan, dan perbuatan apa saja yang merusak moral harus dilarang tayang.
Ketiga, menjalankan sanksi yang tegas dengan hukuman sesuai kadar kejahatannya menurut syariat Islam.
Keempat, menerapkan pendidikan berlandaskan akidah Islam. Kurikulum pendidikan, media pembelajaran, dan prosesnya mengacu pada Islam. Dengan demikian, anak memiliki akidah yang kuat. Adanya sinergis sekolah dengan orang tua dalam mendidik anak. Masyarakat dan tokohnya melakukan amar makruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebaikan, dan mengingatkan sesama.
Kelima, lakukan langkah ideologi dengan mengganti sistem sekuler menjadi sistem Islam kaffah. Langkah ini bisa dilakukan melalui pembinaan terhadap pemikiran dan pemahaman secara rutin tentang Islam sebagai solusi kehidupan. Dengan demikian, masyarakat memahami penting dan butuhnya sistem Islam untuk melindungi anak dan generasi dari predator anak dan kejahatan lainnya.
Allahu a'lam bish ashowab
0 Comments
Posting Komentar