Setiap Bulan Mei selalu diperingati bulan Kelahiran Reformasi Indonesia. Tahun 2023 ini tepat 25 tahun reformasi. Beberapa visi reformasi yang terus dilakukan sampai sekarang adalah memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme(KKN).
Selama 25 tahun itu pula beberapa upaya dilakukan dalam memberantas korupsi. Sebut saja dibuatnya regulasi antikorupsi, membentuk lembaga antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), upaya penegakan hukum kepada koruptor dan sebagainya. Meski demikian, korupsi di Indonesia masih terus terjadi, seolah hukuman yang diberikan tidak menjadi efek jera pelaku.
Ironi, ternyata di era reformasi ini Mahfud MD mengungkapkan korupsi lebih meluas dibandingkan era Orde Baru. Menurut Mahfud, walau saat Orde Baru terjadi korupsi besar-besaran, namun diatur melalui jaringan korporatisme oleh pemerintahan Soeharto. Pasca lengsernya Soeharto pada tahun1998, praktik korupsi justru menggurita ke seluruh partai politik di Indonesia pada semua level.
Korupsi tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tapi sudah sampai di tingkat daerah bahkan pelosok desa. Mulai dari pemilihan pimpinan, fee proyek kepala dinas, korupsi dana desa hingga pengurangan bansos untuk rakyat miskin.
Beberapa kepala daerah ataupun pejabat negara telah diadili karena kasus korupsi. Namun, hingga saat ini negara belum mampu memberantas tuntas korupsi. Banyak kasus justru akhirnya hilang tanpa jejak, berhenti begitu saja. Akibat dari semua itu, Indonesia bisa menjadi negara kleptokrasi yaitu negara yang dipimpin oleh para pencuri. Penguasa menggunakan uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompoknya.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa untuk terpilih sebagai pejabat membutuhkan dana besar dan tidak seimbang dengan penghasilan mereka. Walhasil, mereka harus bisa mengembalikan modal saat menjabat. Bahkan di era reformasi, korupsi menjadi fenomena biasa yang dilakukan secara terang-terangan. Ini bisa dilihat di hampir semua lembaga negara maupun swasta. Mirisnya, lembaga yang bertugas memberantas korupsi pun bisa terjebak pada pola koruptor.
Jika diamati, persoalan ini terjadi secara sistemis, bukan lagi personal. Maka, dibutuhkan strategi yang komprehensif untuk menyelesaikannya. Jika diperdalam lagi, akar permasalahan tradisi korupsi adalah penerapan sistem demokrasi yang membutuhkan biaya politik tinggi serta keburukan lainnya. Sistem yang dibuat manusia dengan kecenderungan untuk memenuhi nafsu dunia. Padahal manusia bersifat lemah dan terbatas, sehingga akan membuat aturan sesuai kepentingannya semata.
Maka dari itu, butuh pembenahan sistem untuk menghentikan tindakan korupsi. Akan sangat sulit berharap individu baik dalam sistem yang buruk. Sistem yang benar harus berasal dari Yang Maha Benar, pencipta manusia yaitu Allah SWT. Kurun waktu 25 tahun reformasi telah membuktikan bahwa tidak cukup pemberantasan korupsi dengan jalan reformasi yang bersifat parsial, tetapi butuh solusi fundamental yang tuntas.
raras4699@gmail.com
Jember
0 Comments
Posting Komentar